Pada Rabu (4/11/2020) lalu, keterangan dari tim paslon Zairin-Sarwono akhirnya sampai ke pihak Bawaslu.

Terkait Rencana Paslon No 3 Tempuh Jalur Hukum Usai Dilaporkan Bagi-bagi Minyak, Akademisi: Mestinya Percayakan ke Bawaslu Aja

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Pada Rabu (4/11/2020) lalu, keterangan dari tim paslon Zairin-Sarwono akhirnya sampai ke pihak Bawaslu. 

Keterangan itu diperlukan sehubungan dengan adanya laporan masyarakat terkait dugaan bagi-bagi sembako berupa minyak goreng. 

Dari hasil keterangan, adalah bantahan yang didapatkan. 

Ketua timses pasangan Zairin Zain-Sarwono Mursyid Abdurasyid mengatakan barang tersebut bukanlah berasal dari pihaknya. Hanya kartu nama paslon saja yang diakui merupakan desain yang ditetapkan dan dikirimkan ke KPU sebagai bahan kampanye. 

Mendengar hal tersebut pihaknya berencana melakukan penelusuran siapa yang mencantumkan minyak goreng dengan kartu nama tersebut.

Jika memang terbukti ada oknum yang merugikan pihaknya, maka dari pasangan nomor urut tiga ini berencana mengajukan hal ini ke proses hukum. 

"Justru sekarang ini yang dilakukan oleh pihak tertentu. Berdasarkan pasal 220 KUHP memberikan dan mengadukan seseorang tanpa bukti ini fitnah. Kami akan melakukan kajian untuk tuntutan balik," tegas Mursyid Abdurasyid. 

Selain itu ia menemukan adanya desain bahan kampanye tidak sesuai dengan desain yang dibuat pihaknya. Seperti desain stiker yang diakuinya bukan desain resmi miliknya.

Adanya statement dari pihak timses Zairin-Sarwono perihal kajian untuk tuntutan balik. Hal ini juga jadi pertanyaan, mengingat informasi yang diterima dari Bawaslu, bahwa laporan dilakukan oleh pihak masyarakat. Lantas, apakah ini berarti pihak timses Zairin-Sarwono akan tuntut masyarakat? 

Pihak lain pun tim redaksi minta pendapat mengenai hal ini. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah, Castro, pun berikan penjelasan. 

Ia sampaikan bahwa ancaman gugatan balik dengan alasan pencemaran nama baik itu, salah sasaran.

Mengapa demikian?

"Pertama, semua pihak harus paham bahwa yang punya kewenangan untuk menentukan laporan dugaan pelanggaran itu benar atau tidak, adalah bawaslu. Jadi mestinya kita percayakan ke bawaslu aja proses hukumnya, bukan malah melaporkan balik si pelapor," ujarnya.

"Kedua, ini kan kasus dugaan pidana pemilihan, yang berarti masuk dalam kompetensi bawaslu. Jadi seharusnya terlapor tidak perlu menempuh upaya hukum lain," lanjutnya lagi. 

Ia pun sampaikan poin ketiga, bahwa ancaman laporan balik itu justru menciderai hak partisipasi publik dalam upaya menegakkan kehormatan pilkada.

"Jangan sampai seseorang enggan melapor dugaan pelanggaran, hanya karena diancam dilaporkan balik. Keempat, dalam Pasal 10 ayat (1) UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, secara eksplisit menyebutkan bahwa, "Saksi, korban atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya". jelasnya. (*) 


Artikel Terkait