Unggas memang selalu memiliki pesona tersendiri. Terlebih mereka yang memiliki bulu menarik dan suara yang merdu, seperti burung kicau yang selalu diburu para penghobi.

Perjualbelikan Satwa Dilindungi, Pria di Samarinda Diamankan Petugas KLHK

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Unggas memang selalu memiliki pesona tersendiri. Terlebih mereka yang memiliki bulu menarik dan suara yang merdu, seperti burung kicau yang selalu diburu para penghobi. 

Kendati diperbolehkan, namun sebagian jenis burung pasalnya tak boleh diperjualbelikan sebagai peliharaan. 

Selain dari kelangkaan jenisnya, ekosistem rantai makanan juga bergantung pada jenis burung tertentu. Sebagaimana yang diatur dalam satwa dilindungi tertuang pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. 

Meski ada aturan dan jeratan hukum, namun hal tersebut tak membuat jual beli satwa liar dilindungi dapat menghilang dari tanah air. Tak jarang satwa endemik yang terancam punah ikut diburu untuk diperdagangkan karena harga yang selangit. 

Satu dari pelaku perdagangan satwa dilindungi ini ialah seorang pria berinisial EP (44) yang diringkus Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (Sporc) Balai Gakkum LHK Kalimantan, Kamis (18/3/2021).

Modus satwa yang jelas-jelas merugikan alam dan negara ini pun kini semakin berkembang. Tidak melulu menjual secara langsung, melainkan dijual secara online untuk agar tak mudah diketahui petugas. 

"Pelaku ini jual secara langsung di kiosnya sekaligus rumahnya. Kalau jual secara online itu melalui Facebook. Puluhan burung ini dalam sangkar sudah siap jual," kata Kepala Seksi Gakkum Wilayah II Samarinda, Annur Rahim.

Setidaknya ada 66 ekor burung dilindungi yang ditemukan petugas di dalam rumah EP, di Perumahan Elektrik, Jalan M. Said, Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang. 

Seluruh burung yang siap jual ini merupakan satwa dilindungi yang terdiri dari 14 ekor cucak hijau, 3 ekor beo tiong emas dan 1 ekor kakatua jambul kuning. 

Di mana merupakan satwa lokal Kalimantan. 48 ekor sisanya merupakan burung cililin yang bukan satwa lokal. Berasal dari Surabaya, Jawa Timur. 

"Pelaku ini ngakunya dapat cililin atau ongklet dari Surabaya. Kalau jenis burung lainnya didapat dari pengumpul lokal di Kutai Timur," terangnya.

Aktivitas jual beli jual beli satwa dilindungi ini telah berjalan sejak lima tahun terakhir. Namun untuk ada tidaknya keterlibatan orang lain, masih didalami kembali oleh Balai Gakkum.

"Untuk adanya sindikat kami belum tahu. Kami masih selidiki," kuncinya. 

Akibat perbuatannya, EP dijerat Pasal 21 ayat (2) huruf a jo Pasal 40 ayat (4) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman  5 tahun kurungan penjara dan denda maksimum Rp 100 juta. (*)


Artikel Terkait