Pemerintah telah menyerukan social distancing kepada masyarakat Indonesia dalam bentuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Tujuannya mengurangi penyebaran Covid-19.

Pentingnya Social Media Distancing Agar Tak Terkecoh dengan Hoaks

ANALITIK.ID - Pemerintah telah menyerukan social distancing kepada masyarakat Indonesia dalam bentuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Tujuannya mengurangi penyebaran Covid-19. 

Bentuk nyata social distancing juga terlihat dari simbol-simbol pembatas jarak aman pada moda transportasi umum dan berbagai tempat lainnya. Seruan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani dan mengurangi penyebaran Covid-19. 

Tidak hanya permasalahan mengenai pengurangan penyebaran Covid-19 di masyarakat. Penyebaran hoaks terkait Covid-19 juga menjadi masalah tersendiri. Isu mengenai asal muasal Covid-19, metode penyembuhan, dan hal-hal yang irasional yang belum tentu kebenarannya melenggang mulus di media sosial kita saat ini. 

Simpang siur apakah informasi tersebut benar atau hanya hoaks terasa sulit untuk dibuktikan. Masyarakat akhirnya terkecoh dengan hoaks. Di sisi lain, dunia virtual menyuguhkan ragam informasi mengenai Covid-19 dengan beraneka rasa. 

Mereka yang mendapatkan rasa legit akan memiliki semangat untuk terus berjuang melawan Covid-19 dengan cara yang diserukan oleh pemerintah. Mereka yang mendapatkan rasa getir akan menumbuhkan rasa menyerah, bahkan pada level tertentu akan memantik panik dan amarah. 

Celakanya ketika seseorang sudah terjerembab dalam arus getir dalam sistem jaringan media sosial, mereka akan kesulitan mendapatkan informasi yang legit rasanya. Keadaan seperti itu sudah dijelaskan Eli Pariser sebagai pencetus Filter Bubble pada media sosial. Filter Bubble menyediakan ruang berdasarkan hasrat manusia untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan.

Hasrat itu dimanifeskan dalam bentuk klik, like, comment, dan share dalam media sosial yang menjadi bahan baku terciptanya Filter Bubble. Secara kebetulan dan mengejutkan, pengguna media sosial seolah-olah disuguhkan informasi dengan rasa yang mereka sukai. Misalnya saja si tukang pancing yang menyukai hobi memancing ikan, mereka akan mencari informasi melalui media sosial dengan klik, like, comment, dan share terkait bagaimana memancing yang benar, 

informasi tentang alat memancing, umpan apa yang digemari ikan, dan kapan waktu yang tepat untuk memancing. Secara ajaib, algoritma sistem akan dengan mudah mengetahui hobi si tukang pancing dan secara cepat menghujaninya kembali informasi memancing dengan berbagai saluran media sosial. 

Hal tersebut juga akan terjadi kepada pengguna lain, yang kebetulan klik informasi getir atau hoaks, mereka yang penasaran akan mencari informasi tersebut, memberikan komentar, dan membagikan kepada pengguna lain, tanpa sadar jejak-jejak digital membentuk sebuah pola. 

Pola tersebut yang akan membawanya masuk dalam ruang hitam yang dipenuhi virus hoaks. Tentu saja, hoaks dapat menimbulkan kebingungan dan kepanikan. Dari dua contoh di atas menjadi bukti bahwa apa yang dicari, disukai, dikomentari, dan dibagikan kepada orang lain melalui media sosial akan menunjukkan sebuah pola. 

Pola yang membuat kita menjadi orang yang spesial dengan karakteristik khusus di mata sistem. Mari kita praktikkan secara sederhana. Minta teman Anda untuk membuka Google, tuliskan kata "Covid-19" dan telusuri. Hal yang sama juga Anda lakukan, kemudian bandingkan informasi apa yang muncul pertama kali pada pencari Anda dan teman Anda. Pasti terdapat perbedaan pencarian data terkait kata kunci yang sama. 

Mengapa bisa demikian? hal itu dapat terjadi bahwa Filter Bubble yang kita ciptakan memiliki sifat yang spesial bagi penggunanya. 

Social media distancing 

Pertanyaan akan muncul ketika kita sudah masuk ruang hitam dan bagaimana cara keluar dari ruang hitam tersebut. Caranya dengan melakukan social media distancing. Ketika pemerintah sedang gencar menahan penyebaran Covid-19 dengan social distancing pada ranah realias sosial. Kita juga bisa berkontribusi dalam ranah virtual.

Social media distancing adalah self control atau kontrol pribadi pengguna media sosial untuk berjarak dan mengurangi interaksi dengan hoaks Covid-19. 

Adapun social media distancing dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini. 

1. Mengecoh pencarian dengan mencari hal-hal baru yang bersifat positif pada seluruh halaman media sosial atau search engine yang Anda gunakan. Lakukan pencarian kata kunci yang berbeda-beda secara terus-menerus; 

2. Tidak melakukan klik, like, comment, dan share jika informasi serupa muncul tiba-tiba pada halaman media sosial Anda. Sistem hanya memastikan apakah Anda masih tertarik atau tidak dengan info tersebut; 

3. Jika sistem masih memberikan hoaks, berilah tanggapan cepat untuk berpaling dari informasi tersebut; 

4. Jika ingin mencari informasi terkait Covid-19, bukalah media online tepercaya yang menyajikan informasi dengan akurat dan bijak; 

5. Melakukan cek fakta melalui website yang disediakan pemerintah Indonesia. 

Pemerintah juga sudah mengeluarkan informasi satu pintu tentang Covid-19 melalui halaman Covid19.go.id yang berguna untuk mereduksi hoaks tentang Covid-19. 

Sampai tulisan ini dibuat, ada 160 hoaks telah diklarifikasi dalam Covid-19 dan menjadi perhatian serius pemerintah. Website ini diharapkan dapat membantu mengurangi penyebaran hoaks dan kebingungan masyarakat dalam ruang digital. 

Konsep social media distancing dalam komunikasi digital merupakan hal baru, seiring dengan gejolak permasalahan yang terjadi pada masyarakat dan meningkatnya mengakses internet saat ini yang berujung pada ragam permasalahan yang harus dicari solusi untuk meredamnya. 

Solusi yang diciptakan dari riset-riset komunikasi memberikan sumbangsih tersendiri dalam perkembangan komunikasi digital dan manfaat bagi masyarakat khususnya diera distruptif saat ini. Haryatmoko sebagai penulis buku etika komunikasi berpandangan, era distruptif saat ini merupakan era rekayasa fakta agar publik bingung dan salah menafsir informasi. 

Informasi dirancang sedemikian rupa untuk membangkitkan kecurigaan dan permusuhan antara kelompok, serta mencari kambing hitam atas masalah yang terjadi. Tentu saja kita tidak ingin masuk dan menjadi bagian di dalamnya. 

Social media distancing memberikan keleluasaan jarak untuk mencerna informasi terlebih dahulu, agar tidak terkecoh. Dengan begitu, informasi yang kita dapatkan dapat bermanfaat untuk diri kita sendiri. 

Sinta Paramita, SIP, MA Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Social Media Distancing, Jaga Jarak dengan Hoaks", https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/29/103751565/social-media-distancing-jaga-jarak-dengan-hoaks?page=3.


Artikel Terkait