Menyorot sebuah postingan di halaman platform Facebook dengan nama akun Bintang Angelica yang memposting foto ibu-ibu berseragam kompak mengkampanyekan dukungan kepada pasangan calon (Paslon) nomor urut 1 Barkati-Darlis dinilai pengamat sebagai pelanggaran dalam hal berkompetisi.

Beredar di Medsos Tim Badar Bagi-bagi Sembako, Pengamat Sebut Pura-pura Tidak Tahu Kalau Itu Pelanggaran

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Menyorot sebuah postingan di halaman platform Facebook dengan nama akun Bintang Angelica yang memposting foto ibu-ibu berseragam kompak mengkampanyekan dukungan kepada pasangan calon (Paslon) nomor urut 1 Barkati-Darlis dinilai pengamat sebagai pelanggaran dalam hal berkompetisi. 

Kata pengamat politik di Kota Tepian bernama Lutfi Wahyudi, kalau postingan dengan caption "Kegiatan GALUH Jumat berkah coblos no.1 BADAR (Barkati-Darlis)" merupakan hal lumrah dalam menembuskan keinginan menjuarai sebuah kompetisi. 

"Saat yang bersangkutan memilih diam. Itu ada dua kemungkinan, pertama ragu-ragu mengkonfirmasi kegiatan itu, dan kedua dia memang tahu kalau itu melanggar aturan," tegas Lutfi melalui telepon selulernya, Sabtu (17/10/2020) sore tadi. 

Menanggapi perihal ini, Lutfi menyebut kalau sifat kecenderungan melanggar pasti akan terjadi dalam setiap ajang kompetisi. Jangankan dalam perebutan kekuasan. Bahkan memperebutkan juara di kompetisi lain, semisal kejuaraan sepak bola, potensi melakukan pelanggaran besar kemungkin terjadi. 

"Mulai dari yang ringan sampai yang berat. Dengan tujuan memenangkan pertarungan. Yang kedua sebisa mungkin mereka melakukan kecurangan itu tidak sampai diketahui wasit," jelasnya.

Masih dalam analogi kompetisi sepak bola. Lutfi mengumpamakan seorang pemain melakukan sleding tekel kepada lawannya. Jika wasit meniup peluit maka si pembuat pelanggaran tidak akan langsung menerima begitu saja. Sebisa mungkin dirinya akan membantah. 

"Jarang orang itu mau menerima kecuali itu jelas pelanggaran yang bisa dilihat oleh banyak orang. Narik kaos juga termasuk pelanggaran tapi bersifat spekulatif untung untungan. Kalau diketahui ya sudah, kalau tidak ya dia untung masih bisa jalan terus," bebernya. 

Hal tersebut dianggap Lutfi tak jauh berbeda dengan kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kecenderungan melanggar akan selalu dilakukan dan terus dilakukan. Dengan alasan spekulatif tadi. Kalau ditegur oleh panitia penyelenggara dalam artian sebenarnya Bawaslu maka si pelanggar akan patuh, namun jika tidak mendapat teguran akan lolos begitu saja. 

"Iya kucing kucingan. Orang berkompetisi memang begitu. Bukan berarti dia tidak tahu itu akan melanggar? Dia tahu (akan melanggar)," tegasnya. 

Spekulatif ini jika diketahui maka sial sifatnya bagi si pelanggar, namun jika tidak ketahuan maka beruntunglah mereka yang melakukan hal tersebut tanpa mendapatkan sanksi. Para peserta kompetisi tentu akan sebisa mungkin memanfaatkan setiap sisi kelengahan dan kelemahan dari regulasi yang dimiliki oleh panitia penyelenggara. Bahkan dari sisi implementasi aturan oleh Bawaslu. 

"Ya itu tadi saya bilang kalau pihak terkait hanya dia? tidak membantah dan tidak membenarkan itu salah satu cara berspekulasi," kata Lutfi. 

"Yah diam saja lah kalau cuman wartawan yang tanya asal jangan bawaslu aja," sambungnya.

Ketika ditanya mengenai postingan tersebut dengan caption dukungan yang jelas kepada Paslon nomor urut 1 dan pakaian seragam dari para ibu-ibu apakah dilakukan secara terkoordinir, Lutfi kembali menganalogikan, apakah ada dalam kasus terdahulu sebuah kelompok partisipan mampu bergerak segetol itu.

Jika memang ada, kelompok partisipan yang segetol itu, maka beruntunglah para kontestan yang mendapat dukungan itu. Karena mereka bukan tim sukses dan hanya bersifat partisipan tapi memiliki loyalitas yang begitu luar biasa. 

"Tapi saya tidak begitu percaya. Yang paling masuk akal adalah partisipan itu hanya sebutan. Karena sebenarnya dia sudah dikoordinir tim sukses baru digerakan," sebutnya. 

Partisipan adalah bentuk tim sukses yang paling efektif melakukan dukungan dan menghindari setiap pelanggaran berat. Sebab nama para partisipan tidak akan tercatat dalan daftar resmi para tim sukses setiap pasangan calon. 

Karena daftar nama tim sukses tentu akan dibatasi sedemikian rupa dan tidak akan mungkin bisa mencantumnya secara keseluruhan.

"Cara paling mudah dan yang bisa dimaklumi adalah itu termasuk pelanggaran ringan dengan menyebut mereka sebagai partisipan. Karena kita tidak bisa melarang orang mendukung. Tapi itu adalah alasan-alasan klasik tim sukses. Engga kaget saya kalau yang begitu," urainya. 

Lutfi juga memberikan analoginya esensi dari sebuah kelompok partisipan tersebut. Yakni seperti kompetisi sepak bola yang mana untuk mempengaruhi mental dari lawan yang akan dihadapi dengan mempengaruhi para penonton. 

Sebab jika hal tersebut dilakukan oleh para pemain dan seluruh tim sepak bola, maka akan sangat mudah bagi panitia penyelenggara kompetisi memberi hukuman. Akan tetapi, jika hal tersebut dilakukan oleh para penonton maka akan sangat sulit panitia mengukur pelanggaran yang terjadi. 

"Itu sama dengan Pilkada ini. Kalau itu dilakukan sama tim sukses bisa dicatat sebagai pelanggaran oleh Bawaslu. Tapi kalau dilakukan oleh partisipan, orang yang dianggap sebagai relawan itu jauh lebih mudah dibantah," jelasnya. 

"Masa didukung engga boleh. Paslon maupun tim sukses akan membantah, kalau dukungan diluar jadwal dan dilakukan secara berlebihan oleh partisipannya sudah diluar kendali mereka. Jadi itu cara paling mudah dilakukan dalam kegiatan kampanye," kuncinya. 

Sementara itu, saat media ini coba melakukan konfirmasi melalui pesan singkat dan telpon kepada ketua tim pemenangan Paslon Urut 1, yakni Hassanudin Masud masih belum mendapatkan jawaban. 

Sedangkan Darlis Pattalongi yang juga sempat dihubungi masih belum berkomentar lebih jauh dengan alasan masih sibuk menghadiri kegiatan sebuah rapat.

"Maaf sebentar dulu ya, saya masih ada rapat," singkatnya. (*) 


Artikel Terkait