Provinsi Kaltim berhasil meraih peringkat keempat Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2022 secara nasional.

Pokja 30 dan Castro Pertanyakan Kaltim Raih Peringkat 4 Indeks Demokrasi Indonesia

ANALITIK.CO.ID - Provinsi Kaltim berhasil meraih peringkat keempat Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2022 secara nasional.

Hal itu diketahui berdasarkan  dirilis yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Dijelaskan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kaltim, Sufian Agus, bahwa IDI Kaltim tahun 2022, diukur pada tahun 2023, mencapai skor 83,58 poin.

Angka ini mengalami peningkatan sebesar 2,56 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 81,02 poin.

IDI sendiri merupakan indikator untuk mengukur kemajuan demokrasi di Indonesia dan digunakan sebagai acuan dalam menyusun program pembangunan politik.

Baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, diukur berdasarkan tiga aspek dan 22 indikator.

Adapun beberapa aspek penilaian IDI Kaltim yang mengalami peningkatan antara lain:

- Aspek Kebebasan meningkat dari 89,46 menjadi 91,40

- Aspek Kesetaraan meningkat dari 76,67 menjadi 79,25

- Aspek Kapasitas Lembaga Demokrasi meningkat dari 77,90 menjadi 81,06

"Dengan peningkatan ini, Kaltim berhasil naik ke peringkat empat nasional, setelah sebelumnya berada di peringkat kelima," ujar Sufian Agus, Sabtu (15/7/2023).

Naiknya peringkat IDI Kaltim tersebut direspon oleh sejumlah pihak, tak terkecuali koordinator FH Pokja 30, Buyung Marajo

Menurutnya, naiknya peringkat indeks demokrasi Kaltim ini harus dilihat dari segala aspek, salah satunya melalui keterbukaan informasi.

"Ini meningkatnya dimana dulu?, kalau meningkatnya itu menyumbang pada keterbukaan informasi seperti APBD, anggaran dan keuangan tiap organisasi perangkat daerah (OPD), peringkat itu belum cocok untuk Kaltim," tegas Buyung, Sabtu (15/7/2023).

Buyung menilai bahwa informasi di Kaltim sejauh ini masih tertutup, padahal, informasi seperti APBD menjadi hal yang patut diketahui publik.

Seharusnya, Pemprov dan BPS memberikan highlight tersendiri dengan aspek keterbukaan informasi.

"Selama ini, apakah keterbukaan informasi itu menjadi acuan atau tidak?. Harusnya keterbukaan informasi yang menjadi salah satu kunci demokrasi. Ini malah tertutup," menurut Buyung.

"BPS menilai dari mana, ya kalau lembaga demokrasi itu kan dilihat dari pemilu dan sebagainya, nah apakah dari kepemiluan itu menjadi acuan atau enggak, itu kan belum terjadi," sambungnya.

Berada di peringkat 4 secara nasional, Buyung ingin indeks demokrasi itu bisa diiringi dengan pelayanan publik yang baik, keterbukaan informasi yang bagus, hingga kinerja pemerintahan provinsi yang semakin baik.

Sekalipun pelayanan publik, persoalan demokrasi, kesetaraan, hingga kebebasan berpendapat di Kaltim itu mendapat penilaian baik.

Namun, belum tentu hal tersebut bisa jadi acuan bahwa Kaltim sedang dalam kondisi yang baik-baik saja.

Selain Buyung, akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro juga memberikan tanggapan.

Hasil indeks tersebut hanya di atas kertas, dan seharusnya sesuai dengan kondisi di lapangan.

"Yang pasti, hasil indeks itu di atas kertas. Tidak bisa serta merta dijadikan rujukan penilaian terhadap kualitas demokrasi di Kaltim," sebut Castro.
Misalnya, terkait responsivitas pemerintah terhadap kritik dan aduan publik.

Sejauh ini, menurutnya hal tersebut selalu bermasalah, bahkan pemerintah seperti tutup mata terhadap protes publik.

Terutama terhadap kasus-kasus lingkungan dan sumber daya alam (SDA), parahnya lagi, kasus-kasus tambang ilegal juga seolah didiamkan oleh aparat penegak hukum.

"Apa bisa disebut demokratis dengan respons yang buruk begitu?," pungkasnya. (*)


Artikel Terkait