Rencana pemerintah Kalimantan Timur yang ingin membangun infrastruktur dasar bagi seluruh masyarakat, rupanya masih berupa janji dan wacana hingga saat ini.

Desa Tunjungan Kukar Tak Pernah Teraliri Listrik, Warga Tagi Janji Pemerintah

ANALITIK.CO.ID – Rencana pemerintah Kalimantan Timur yang ingin membangun infrastruktur dasar bagi seluruh masyarakat, rupanya masih berupa janji dan wacana hingga saat ini.

Sebab diketahui, ada ratusan warga yang tinggal di pelosok Kabupaten Kutai Kartanegara yang masih hidup puluhan tahun tanpa aliran listrik yang memadai.

Kondisi ini tentu sangat memilukan. Selain persoalan listrik, persoalan lain seperti kemarau membuat penderitaan mereka kian menyedihkan.

Sebab saat kemarau, 148 warga yang tinggal di dua dari delapan RT di Desa Tunjungan, Kecamatan Muara Kaman harus menghadapi problematik ekonomi yang tersendat.

Sebabnya, akses terusan air yang menghubungkan Desa Tunjungan dengan Desa Sabintulung menjadi dangkal saat kemarau tiba.

Hingga nyaris 2 bulan lamanya kegiatan ekonomi warga yang berprofesi nelayan ini sangat terhambat.

Kondisi ini tentu menjadi keluhan. Apalagi sebelumnya, ada harapan dan janji pemasangan listrik dari proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang tak kunjung direalisasikan. Terutama saat ini yang masih belum sama sekali dialiri listrik ada di RT 03 dan RT 04 Desa Tunjungan.

“Kami minta pemerintah segera memasang PLTS di RT kami, soalnya sulit buat kami beraktifitas karena tidak ada listrik. Utamanya disaat malam hari,” keluh Yahya (48), seorang warga RT 03, Desa Tunjungan saat ditemui belum lama ini.

Meskipun hanya berjarak satu jam dari pusat Kecamatan Muara Kaman, namun listrik tak pernah dirasakan oleh warga Desa Tunjungan. Utamanya di dua RT tersebut.

Selain para kepala keluarga, kondisi Desa Tunjungan juga mempersulit keadaan anak-anak yang harusnya dimudahkan untuk mengenyam pendidikan. Tanpa aliran listrik, tentu para generasi muda di dua RT Desa Tunjungan ini sangat sulit untuk belajar di malam hari.

“Kekanakan kada pernah belajar malam hari, karena ndak ada listrik mengaliri. Kami juga ibu-ibu ndak ada yang diolah (dilakukan) listrik ndak ada siang-malam,” timpal Rukayah (35).

Kembali ke Yahya, meski dirinya bukan seorang nelayan. Namun profesi sebagai pengumpul dan pengelola gudang pengolahan ikan asin di Desa Tunjungan juga menerima dampak saat musim kemarau.

“Sekitar bulan Juni – Juli, perahu tidak dapat lagi melewati terusan sehingga pengiriman ikan segar terlambat. Kami harus mutar ke Sabintulung,” ujarnya mengeluh.

Lanjut dia, terusan air di Desa Tunjungan menjadi akses vital warga. Sebab terusan air sepanjang enam kilometer itu bisa menjadi rute tercepat warga, yang bisa mencapai Desa Sabintulung dalam waktu 15 menit.

Namun jika kondisi kemarau dan terusan air tidak bisa dilewati, maka warga yang notebene pelayan harus memilik jalur memutar. Dan itu akan memakan waktu hingga 1 jam lamanya.

Selain waktu yang cukup panjang, ongkos bahan bakar juga lebih banyak dikeluarkan jika harus memutar melalu jalur Sungai Kedang Rantau menuju Sabintulung sebelum berakhir di pasar Selili Samarinda.

Tidak hanya warga nelayan dari Desa Tunjungan yang memanfaatkan akses terusan tersebut, namun juga warga nelayan dari desa-desa lain di hulu seperti Desa Liang Buaya, Desa Mulupan dan Desa Sedulang juga mengalami dampak serupa.

“Tidak kurang dari 1,5 ton per harinya ikan kering dan ikan segar mengandalkan distribusinya melalui terusan itu,” kata Yahya menambahkan.

Menurut nelayan lainnya, Halim (41) sejatinya pendalaman terusan air telah dilakukan. Namun demikian, pelaksanaan dan dampaknya masih belum terasa.

“Karena air yang dangkal, nelayan tidak bisa menggunakan terusan tersebut saat kemarau” ujar Halim.
Oleh sebab itu, warga pun sangat mengharapkan keseriusan pemerintah untuk mengatasi problem tersebut. Mulai dari perihal kelistrikan hingga mengatasi kondisi dangkal di terusan air.

“Baru satu bulan dikeruk sudah dangkal lagi” tutur Halim menambahkan.

Desa-desa penghasil ikan air tawar atau ikan sungai seperti Sedulang hingga Desa Tunjungan ini merupakan jantung dari produksi ikan sungai di Kecamatan Muara Kaman. Sebagaimana diketahui, Muara Kamar sendiri termasuk satu dari lima penghasil utama ikan air tawar terbesar di Kutai Kartanegara yang menghasilkan hingga 200 ribu ton dan juga memasok 60 persen dari kebutuhan ikan di Kaltim. (*)


Artikel Terkait