anaman ganja atau marijuana bukan jadi barang baru dalam kuliner Aceh. Ganja digunakan sebagai bumbu masak, sejak dari jaman Kesultanan Aceh.

Dikenal sebagai Bumbu Masak sejak Zaman Kesultanan Aceh, Berikut Jejak Ganja dalam Kuliner

ANALITIK.ID- Tanaman ganja atau marijuana bukan jadi barang baru dalam kuliner Aceh. Ganja digunakan sebagai bumbu masak, sejak dari jaman Kesultanan Aceh.

Kehadiran ganja dalam kuliner Aceh juga masih bertahan hingga kini. Namun, penggunaannya yang lebih tertutup, tidak seperti dahulu yang digunakan terang-terangan. 

Sebab, jenis itu dilarang digunakan dalam bentuk apapun oleh pemerintah, karena jenis tanaman ini masuk dalam kategori satu obat-obatan terlarang.

Dalam kuliner, tidak semua komponen di tanaman ganja bisa digunakan. Hanya bijinya saja, yang dapat digunakan untuk bumbu masak. Biji-biji ganda dinilai mampu membuat daging empuk dan tentunya masakan bisa lebih sedap.

Bahkan, dengan campuran biji ganja, makanan berkuah diyakini bisa menjadi pengawet makanan alami. Sehingga tidak perlu alat berupa lemari pendingin atau kulkas untuk menyimpan makanan agar tahan lama.

Pemerhati ganja asal Aceh, Syardani M Syarif alias Tgk Jamaica, mengatakan tradisi menggunakan ganja untuk pelengkap bumbu makanan dalam masakan Aceh sudah ada sejak lama.

"Kalau dalam kuliner Aceh, ganja ini bukan barang baru. Memang dari nenek buyut kita dulu sudah menggunakannya," kata Tgk Jamaica dalam diskusi soal ganja, di Kamp Biawak, Aceh Besar, Jumat (31/1).

Ia menjelaskan, kuliner Aceh yang sering dicampur biji ganja adalah kuah beulangong, kari sie itek, ie bu peudah dan makanan yang menggunakan rempah lainnya. Namun kini penggunaan biji ganja ini jarang digunakan seiring dengan ketatnya hukum negara terhadap peredaran ganja.

Sementara itu, seorang pemilik warung makan di kawasan Lambaro, Aceh Besar, Suahdi Imran (63), mengatakan jika hampir semua masakan di Aceh menggunakan biji ganja yang sudah dihaluskan.

Suahdi menuturkan, orang-orang Aceh kerap menggunakan biji ganja dalam masakannya, karena pada zaman dahulu tidak ada penyedap rasa terbaik menurut mereka.Tradisi menggunakan biji ganja ke dalam masakan pun dianggap merupakan warisan turun temurun.

"Zaman dulu hampir semua pakai. Ganja itu karena penyedap, zaman dulu tidak ada penyedap pabrikan, kalau sekarang kayak micin," katanya pada CNN Indonesia, Sabtu (1/2).

Umumnya masakan Aceh khas dengan bumbu rempah-rempah. Sebab, di Aceh banyak warga campuran. Hal itu juga untuk menyempurnakan cita rasa masakan, maka dicampur dengan biji ganja.

Masakan seperti kari ayam atau daging, gulai dan sambal diakui akan lebih nikmat jika menggunakan biji ganja. Sebelum dicampur ke dalam masakan, biji ganja dibuat halus seperti bumbu lainnya.

Kadarnya pun, kata dia harus disesuaikan dengan berapa banyak masakan yang bakal dimasak. Misalnya, masak satu ekor bebek dibuat kari atau gulai minimal menggunakan kurang seperempat ons biji ganja yang sudah dihaluskan. 

Efek setelah makan masakan yang menggunakan biji ganja, nafsu makan akan bertambah.Dia menceritakan, bahwa orang-orang Aceh terdahulu tidak mengetahui jika daun ganja bisa dihisap seperti rokok. Mereka hanya mengetahui ganja adalah sebagai penyedap masakan.

"Ini (ganja) dulu digunakan hanya untuk penyedap, bukan yang lain-lain," ujarnya.

Tak hanya pada makanan, sebut dia, di dalam campuran kopi juga dulu dicampur biji ganja. Menurutnya, campuran itu bisa membuat aroma kopi lebih terasa dan segar.

Kini penggunaan biji ganja dalam kopi sulit ditemui. Kemudian, tanaman ganja yang dulu tumbuh subur di pekarangan rumah warga sekitar tahun 1970-an, kini nyaris tak pernah terlihat lagi.

"Kalau ada paling secara pribadi dan sembunyi-sembunyi. Biasanya mereka gunakan untuk ditaruh di makanan, tidak untuk disalahgunakan," tuturnya.

Kolektor Manuskrip Kuno Aceh, Tarmizi Hamid, menyebutkan ganja sebagai bumbu makanan di Aceh juga tertuang dalam kitab Tajol Mulok, warisan kesultanan Aceh pada abad ke-18 Masehi.

Dari naskah kuno yang dimilikinya itu, selain untuk penyedap rasa, ganja juga digunakan untuk bahan pengawet makanan yang alami.

"Dulu juga dipergunakan untuk anti basi makanan, leluhur kita paham tentang itu," ucap Tarmizi.

Menurutnya, secara budaya, masyarakat Aceh memang sejak lama mengkonsumsi ganja untuk hal positif. Namun, karena penggunaannya semakin disalahgunakan membuat penggunaan ganja sebagai bumbu makanan dan campuran kopi di Aceh semakin sulit ditemui. (*)


Artikel ini telah tayang di CNN Indonesia dengan judul "Jejak Ganja dalam Kuliner Aceh" https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200202143124-262-470886/jejak-ganja-dalam-kuliner-aceh


Artikel Terkait