Fetish biasa dimiliki oleh seseorang yang tertarik dengan benda-benda non seksual.

Fetish Bukan Penyakit, Ini Penjelasan Menurut Dokter Kejiwaan

ANALITIK.CO.ID - Berita Nasional yang dikutip ANALITIK.CO.ID tentang fetish.

Fetish biasa dimiliki oleh seseorang yang tertarik dengan benda-benda non seksual. 

Misalnya, bagaimana seseorang merasa bergairah saat melihat sepatu berhak tinggi atau melihat celana dalam yang sedang dijemur. 

Fetish disebut sebagai sesuatu yang wajar, mengingat hal ini adalah variasi dalam aktivitas seksual. 

Umumnya, fetish dengan benda apapun tidak menjadi masalah selama tidak merugikan orang lain. 

“Kalau dalam istilah kesehatan mental ya, fetish tidak menimbulkan penderitaan dan tidak menimbulkan gangguan fungsi,” kata dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ yang dikutip dari Kompas.com, Jumat (31/7/2020). 

Namun Andreas mengatakan bahwa fetish bukanlah penyakit yang bisa disembuhkan. 

“Fetish bukan penyakit yang bisa disembuhkan. Itu kan ketertarikan kita, (misalnya) oh saya suka yang lebih muda atau yang lebih tua, saya suka yang pakai seragam ini. Itu kan bukan suatu penyakit,” ujarnya.

Yang disebut gangguan Untuk kasus fetish kain jarik yang dilakukan Gilang, Andreas mengatakan menyebabkan kerugian bagi korban karena ada pemaksaan dan tidak adanya persetujuan. 

Suatu kondisi disebut gangguan kalau sudah menimbulkan penderitaan dan gangguan fungsi. 

“Dalam hal ini dia jelas sudah menimbulkan penderitaan, baik bagi dirinya, maupun orang lain. Yang kedua, dia membuat jadi gangguan fungsi, apa gangguannya? Ya itu sudah mengganggu relasinya dengan sesama manusia,” kata Andreas. 

Pada kondisi tersebut Andreas menyarankan untuk mencari pertolongan psikiater atau psikolog agar bisa mengontrol gairahnya. 

“Supaya dia berfungsi kembali untuk berelasi dengan orang secara aman dan nyaman,” ujar psikiater dari RS Eka Hospital Bekasi ini.

Menurutnya, tidak tepat jika kita langsung menilai seseorang jahat atau tidak beretika hanya berdasarkan fetishnya.  

"Mungkin dia pun menyadari ini sudah mengganggu dia tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya,” imbuhnya. 

Fetish sebenarnya bisa diterapkan bersama pasangan dengan kesepakatan. Seperti saat sorang suami menginginkan agar sang istri memakai busana tertentu untuk saat berhubungan seksual. 

Bila sang istri menyetujuinya, maka fetish suami bisa dilakukan. 

Sebaliknya, fetish tidak boleh dilakukan bila pasangan tidak memberikan izin. 

“Ketika terjadi paksaan, enggak ada konsensual, ini bisa dibilang sesuatu yang enggak benar, itu yang jadi poin utamanya,” ucapnya.

Lalu bagaimana sebaiknya menyikapi fetish yang dimiliki pasangan? Menurut Andreas, sebaiknya hal ini dikomunikasikan. 

“Komunikasikan tentang ini apa yang dimau oleh satu pihak dan pihak yang lain menerima atau menyetujui sampai sejauh mana,” kata Andreas. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dokter Kejiwaan Sebut Fetish Bukan Penyakit", https://lifestyle.kompas.com/read/2020/07/31/124604820/dokter-kejiwaan-sebut-fetish-bukan-penyakit?page=all.


Artikel Terkait