Rapat dengar pendapat (RDP) digelar para legislatif di ruang rapat utama gedung DPRD Samarinda bersama PT Insani Bara Perkasa (IBP) pada Rabu (16/3/2022) kemarin.

PT IBP Polisikan Warga Simpang Pasir, DPRD Samarinda Harapkan Pencabutan Laporan Karena Salah Paham

ANALITIK.CO.ID - Rapat dengar pendapat (RDP) digelar para legislatif di ruang rapat utama gedung DPRD Samarinda bersama PT Insani Bara Perkasa (IBP) pada Rabu (16/3/2022) kemarin. 

Dalam agenda hearing tersebut, para legislatif membahas polemik yang terjadi antara perusahaan dengan warga Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran yang dilaporkan PT IBP ke Polresta Samarinda dengan tuduhan melakukan aktivis ilegal di atas lahan konsesi perusahaan. 

Warga yang diduga melakukan penambangan liar pun turut dihadirkan para legislatif untuk mendengar keterangan dari dua belah pihak. 

Disampaikan Mujianto, Anggota Komisi III DPRD Samarinda usai digelarnya RDP, pihaknya menilai polemik antara PT IBP dengan warga hanya karena kesalahpahaman belaka.

"Dasarnya, mereka (warga) itu kurang pengetahuan. Yang awal mulanya pematangan lahan sekaligus menimbun lobang tambang, kemudian mereka menemukan batu bara dan terjadilah permasalahan tersebut," kata Mujianto, beberapa waktu lalu. 

Pihak perusahaan kemudian diminta memahami terbatasnya pengetahuan warga, sebelum akhirnya mengambil tindakan tegas dengan melaporkan ke kepolisian.

"Tentunya perusahaan harus paham. Karena mereka ini tidak mengerti soal itu. Harapannya PT Insani ini bisa berjiwa besar terkait gejolak sosial yang ada dan mencabut laporan mereka," harapnya. 

Sementara itu, dihadapan RDP semua pihak yang hadir, Ketua RT 13 Kelurahan Simpang Pasir, Eko menguraikan bahwa acuan warga setempat sebenarnya hanya sebatas pematangan lahan dan menimbun lobang eks galian tambang yang berada di lokasi.

Tudingan yang diberikan PT IBP bahwa warga telah melakukan aktivitas penambangan ilegal pun dibantah Eko. 

Kata dia, warga sejatinya tak memiliki niatan tersebut dan hanya sebatas melakukan aktivitas pematangan lahan. 

"Bahkan saya sendiri hitung-hitungan menambang saja tidak tahu," tegasnya.

Kendati menolak disebut melakukan penambang ilegal, namun Eko tak menampik bahwa aktivitas warga di atas lahan konsesi IBP sempat mengeluarkan emas hitam. 

"Kalau perkiraan saya itu di angka 800 ton dengan harga dibelinya Rp 300 ribu. Awalnya bukan penambangan kami itu pematangan lahan juga ada suratnya. Kalau masalahnya kami dibilang tambang ilegal saya tidak tahu tambang ilegal itu seperti apa," sebutnya.

Eko pun mengaku jika saat ini laporan yang dilayangkan oleh PT IBP ke kepolisian masih dalam tahap proses awal. Dirinya juga mengatakan siap jika nanti dimintai keterangan oleh penyidik Korps Bhayangkara. 

"Kami harapannya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Kami cari makan hari-hari saja susah," tandasnya. 

Awak media juga sudah mencoba melakukan konfirmasi kepada PT IBP terkait persoalan tersebut. Namun, pihak perusahaan memilih enggan berkomentar dan langsung meninggalkan ruang sidang utama DPRD Samarinda. (Advertorial)


Artikel Terkait