Aksi demonstrasi pengesahan UU Omnibis Law Cipta Kerja di gedung DPRD Kaltim, Kamis (8/10/2020) yang berujung diamankannya 12 orang peserta aksi rupanya berbuntut panjang.

Lima Pewarta di Samarinda Diduga Alami Tindakan Represif dari Oknum Polisi, Ini Kronologinya

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Aksi demonstrasi pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja di gedung DPRD Kaltim, Kamis (8/10/2020) yang berujung diamankannya 12 orang peserta aksi rupanya berbuntut panjang. 

Sebab ketika 12 orang tersebut diamankan ke Mapolresta Samarinda di Jalan Selamat Riyadi, Kecamatan Sungai Kunjang, aksi demonstran kembali dilanjutkan, tepatnya sekira pukul 22.00 Wita yang menuntut agar mereka yang diamankan bisa dikeluarkan malam itu juga. 

Namun di tengah jalannya aksi, suasana sempat memanas hingga didapat kabar kalau ada lima pewarta di Kota Tepian diduga mengalami tindakan represif oleh sejumlah oknum kepolisian Polresta Samarinda. 

Kelima pewarta itu adalah Mangir dari media Koran Disway Kaltim, Yuda Almerio Idn Times, Samuel Lensa Borneo, Faisal Koran Kaltim dan Rizki Kalimantan TV.

Diceritakan Mangir, kronologi kejadian bermula saat wartawan berusaha mengambil gambar belasan mahasiswa yang mendatangi Mapolresta Samarinda.

Saat itu, demo terjadi aksi saling dorong antara kelompok mahasiswa dengan petugas kepolisian di Polresta Samarinda. Satu mahasiswa bahkan ditendang berkali-kali.

Kelima jurnalis yang sedang bertugas, berupaya mendokumentasikan peristiwa itu. Tak berselang lama, sejumlah anggota kepolisian berpakaian preman mengarah ke Mangir.

Petugas langsung menginjakkan kakinya ke kaki Mangir dan meminta dirinya untuk tidak mengambil gambar polisi yang terlibat keributan dengan sekelompok mahasiswa.

Keduanya terlibat tarik-menarik hape milik Mangir. Polisi berupaya menghapus semua gambar yang telah diabadikan milik pewarta. 

"Saya sudah bilang, loh kenapa pak, saya wartawan. Tapi polisi itu bilang, kamu jangan ngambil gambar kami yang begini saja (keributan) kita sama-sama capek," kata Mangir menirukan ucapan oknum polisi tersebut. 

Sementara Yudha dan Rizki yang semula berusaha melerai, malah diancam.

“Kami sudah bilang kami wartawan. Tapi si bapak (polisi) bilang, kalau kamu wartawan memang kenapa! Dia tunjuk-tunjuk dada kami menggunakan jari telunjuk dengan kuat. Kami juga diancam," kata Rizki.

Tidak berhenti sampai di situ, Samuel yang berniat meluruskan keadaan langsung menunjukkan Id Card Persnya. Nahas, Samuel justru langsung dijambak oleh oknum polisi lainnya.

“Pak teman saya ini wartawan pak. Tapi rambut saya langsung dijambak. Terus ada polisi lainnya yang bilang, kamu kalau beritakan jangan maunya yang begini saja (keributan). Beritakan itu yang baik-baik, media ini cuman pintar framing kerjaannya," ungkapn Samuel. 

Kelimanya lantas diusir oleh satu polisi yang diduga berpangkat perwira. Sambil menunjuk dia meminta keempat wartawan tersebut untuk bertatap langsung dengannya.

"Setelah itu polisi ini pergi, karena kami merasa dirugikan, jadi kita tidak turuti dan memilih pergi dari sana. Jabatannya Kanit yang saya dengar," lanjut Samuel.

Kelima jurnalis keberatan dengan sikap kepolisian itu. Menurut mereka, hal itu sangat merugikan karena wartawan bekerja sesuai dengan undang-undang kebebasan pers.

Hingga berita ini diturunkan, media ini masih coba melakukan konfirmasi kepada perwira berwenang yang bisa memberikan klarifikasi terhadap tindakan represif kepada lima pewarta ini. (*)


Artikel Terkait