Tenggg!!! Waktu baru saja menunjukan pukul 12.00 Wita. Kebanyakan orang mungkin memilih waktu ini untuk beristirahat. Mungkin dari pekerjaannya, aktivitasnya, atau bisa jadi dari perasaannya (bercanda).

Kuliner Khas Samarinda yang Jadi Langganan Gubernur Kaltim hingga Artis

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Tenggg!!! Waktu baru saja menunjukan pukul 12.00 Wita. Kebanyakan orang mungkin memilih waktu ini untuk beristirahat. Mungkin dari pekerjaannya, aktivitasnya, atau bisa jadi dari perasaannya (bercanda).

Tidak bagi Bu Fatimah, wanita paruh baya itu baru akan memulai aktivitas rutinnya.

Kayu bakar disiapkan, bilah bambu sepanjang kira-kira 30 cm, daun pisang, dan bahan makanan. Ada santan, garam, ada beras ketan. Begitu kurang lebih bahannya.

Ibu Fatimah, setiap hari memasak makanan khas melayu. Lemang namanya, atau dalam bahasa Banjar, biasa disebut Lamang.

Lamang (Lemang) khas Samarinda, begitu kira-kita kuliner ini dikenal bagi masyarakat Kota Tepian.

Bila berkunjung ke Ibu Kota Kaltim, sempatkan singgah ke Jalan Sebatik, sore hingga malam hari.

Pemandangan khas disajikan, berjejer etalase kaca dengan hiasan lampu tembok dari botol.

Di lokasi itu, Fatimah menjajakan makanan dengan cita rasa gurih yang memikat. Lemang namanya.

Penulis berkesempatan mencicipi Lemang khas Samarinda, pada Sabtu malam kemarin (10/4/2021). 

Pada malam itu hanya ada dua penjual yang menjajakan dagangannya. Padahal seingat penulis, tiga tahun lalu, masih ada sekitar 5-7 penjual yang menghiasi pinggir jalan itu.

Ibu Fatimah bercerita, rekan sejawadnya penjual Lemang beberapa sudah tutup usia, dan ada juga yang sudah memilih tak lagi berjualan.

"Ada yang sudah meninggal, ada yang sudah gak jualan," ungkapnya.

Fatimah yang malam itu mengenakan jilbab kuning, memulai kisahnya muasal berjualan Lemang di Jalan Sebatik, tepat di seberang jalan Kantor BNI Samarinda. 

Dia telah berjualan Lemang, sejak tahun 1990, atau pada saat ia masih remaja. Ibu Fatimah adalah generasi ketiga dari keluarganya yang berjualan Lemang.

Usaha ini telah turun-menurun dilakoni keluarga Fatimah, mulai dari sang nenek, ibu, lalu diteruskan oleh dirinya.

"Tahun 90 mulai jualan, turun-menurun berjualan Lamang. Dari zaman nenek berjualan, sampai ibu, tiga generasi sudah," kata Fatimah.

Fatimah saat menyiapkan Lemang khas Samarinda/ Diksi.co

Berjualan Lemang di lokasi yang sama, nampaknya tidak akan lekang oleh waktu. Usaha inipun diungkapkan Fatimah akan dilanjutkan oleh sang anak.

"Anak ada yang mau melanjutkan, tapi belum pada besar," jelasnya.

Setiap harinya rata-rata ia memasak tiga kilogram beras ketan, itu rata-ratanya. Dalam sehari Fatimah bisa mengantongi sekitar Rp400 ribu dari hasil berjualan.

Untuk harga, satu potong Lemang dijual dengan harga Rp2500 rupiah. Seperti jogoh, menikmati Lemang khususnya di Samarinda, tak lengkap rasanya bila tidak bersanding dengan telur asin.

Keduanya bak kekasih yang serasi. Telur asin dijualnya dengan harga Rp4000 rupiah.

"Setiap hari masak tiga kilo, habis 400an ribu dapatnya," Fatimah berkisah. (*)

Lemang yang serasi saat dimakan bersama telur asin/ Diksi.co

Gubernur Sampai Artis

Menjelma jadi kuliner khas Kota Tepian, Lemang olehan Bu Fatimah, pernah terbang ke Jakarta, tahun 2008.

Dirinya berkesempatan mempromosikan mekanan ini di pameran internasional di GOR Senayan Jakarta.

Bukan kaleng-kaleng, mulai dari pejabat hingga Gubernur Kaltim menjadi langganannya.

Bahkan, artis ibu kota yang berkesempatan ke Samarinda, kerap disuguhi Lemang, masakannya.

"Banyak artis yang beli dulu, tapi saya lupa namanya. Kadang dikasih tahu aja kalau itu artis," ceritanya dibumbui ketawa kecil.

Mantan Gubernur Kaltim, HM Ardans, adalah langganan Fatimah. Tidak hanya membeli untuk makan peribadi Gubernur Kaltim tahun 1988-1998 itu bahkan sering memesan Lemang dengan jumlah besar bila ada acara kedinasan ataupun rapat.

"Pak Ardan, kalau ada acara atau rapat pesan dulu dia. Telor 300 biji sama, Lemang 60an batang," kisahnya.

Sempat Hendak Direlokasi

Tidak selalu mulus. Fatimah bersama seluruh penjual Lemang sempat akan direlokasi oleh Pemkot Samarinda. Alasannya sebagai langkah penataan kota.

Padahal lokasi berjualan itu telah ditempatinya sejak zaman penjajahan Jepang. 

"Handak dipindah ke Stadion Segiri dulu. Tapi kami enggak mau. Kalau dipindah nanti orang gak tahu. Dari jaman dulu zaman Jepang kami sudah berjualan di sini," turur Fatimah.

Layak kiranya lokasi berjualan Lemang khas Samarinda ini menjadi situs tidak hanya pariwisata kuliner juga jadi situs sejarah.

Sebuah saksi bagaimana Samarinda berkembang, dari masa ke masa.

Fatimah berharap Pemkot Samarinda maupun Pemprov Kaltim, dapat membantu menghadirkan tempat berjualan lebih layak.

Meyulap Jalan Sebatik menjadi pusat jajanan Lemang.

"Dibuatkan tempat yang lebih layak, meski tidak dipindah," pungkasnya. (*)


Artikel Terkait