Hanya memang nampak belum ada semacam terobosan dan keberanian untuk membongkar praktek kotor yang meresahkan publik ini.

Akademisi Unmul Sebut Ada 2 Penyebab Suburnya Pungli Dikalangan OPD, Begini Katanya

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Adanya beberapa isu pungutan liar (pungli) di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemkot Samarinda direspon akademisi Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah.

Ia yang kerap dipanggil Castro menyebut bahwa isu pungli ini menjadi kado pahit yang menandai akhir masa jabatan Jaang sebagai Walikota Samarinda.

Ia lanjutkan, kendatipun secara hukum masa jabatannya sudah berakhir, tapi isu pungli ini bisa dicap publik sebagai warisan yang ditinggalkannya.

"Isu pungli ini sebenarnya sudah lama menjadi cerita warga di warung kopi.

Hanya memang nampak belum ada semacam terobosan dan keberanian untuk membongkar praktek kotor yang meresahkan publik ini.

Pungli itu kan sederhananya adalah biaya tambahan yang dipungut di luar biaya resmi yang ditetapkan.

Jadi biaya apapun yang dikenakan di luar biaya resmi itu, dikualifikasikan sebagai pungli," ujarnya

Castro sebut ada 2 soal yang ia anggap jadi penyebab suburnya pungli dikalangan OPD ini.

" Pertama, ketiadaan atau ketidakjelasan informasi bagi publik mengenai berapa biaya resmi yang sebenarnya.

Kan harusnya dijelaskan besaran biaya dan dasar hukumnya apa. Ketiadaan informasi yang memadai ini membuat oknum tertentu memainkan harga kepada warga," jelasnya.

Kedua, ia lanjutkan bahwa tidak adanya sistem pengaduan yang memadai (whistle blowing system).

"Dampaknya, pungli makin subur dan menjadi kebiasaan dalam interaksi antara warga dengan OPD.

Selama sistem pengaduan itu tidak tersedia dengan baik, maka pungli itu akan terus berlangsung ," ucap Castro.

Dalam kasus ini, ia sebut, butuh keseriusan untuk mengkonfirmasi isu pungli dibeberapa OPD ini.

Jangan dibiarkan mengambang. Aparat penegak hukum harus masuk dan mengusut dugaan pungli ini sebagai efek terapi agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari.

"Semua yang terkait dengan isu pungli ini, harus diperiksa terlebih dahulu. Dengan cara demikianlah isu pungli ini bisa kita konfirmasi kebenarannya," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, akhir kepemimpinan Syaharie Jaang dan Barkati di Kota Tepian, Samarinda berakhir 17 Februari 2021 kemarin.

Dua periode memimpin Samarinda, Syaharie Jaang setelahnya akan digantikan oleh Andi Harun-Rusmadi, dua tokoh yang memenangkan pesta demokrasi di Samarinda.

Proses pelantikan pun kini menunggu waktu, dan diagendakan akan dilakukan di akhir Februari mendatang.

Pergantian Wali Kota di Samarinda itu juga dibumbui beberapa dugaan tak membanggakan.

Kali ini, bukan berhubungan dengan Jaang, melainkan pada sosok pemimpin di Organisasi Kepala Daerah (OPD) hingga instansi lembaga pemerintahan di Samarinda.

Tim redaksi merangkum beberapa isu dan dugan tak sedap yang muncul berbarengan dengan waktu-waktu menjelang berakhirnya kepemimpinan Syaharie Jaang sebagai Wali Kota Samarinda.

Dugaan Pungli di Pertanahan

Syamsul Komari, Kepala Dinas Pertanahan Samarinda, membantah soal isu dugaan pungli dalam pengurusan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN).

Dirinya membantah adanya praktik dugaan praktik pungli sebesar Rp 3,5 juta saat mengurus izin menggunakan aset negara.

"Waduh, Gak ada pungutan Rp 3,5 juta, ke siapa bayarnya," tanya Syamsul Komari kembali saat dikonfirmasi.

Menurutnya pungutan resmi dalam mengurus izin sebesar Rp 1 juta untuk juru ukur saja. Namun untuk lainnya tidak ada.

"Kalau ngukur luasnya 1 hektar Rp 1 juta ke juru ukur bayarnya, karena tarifnya segitu. Kalau kami gak ada pungutan itu," imbuhnya.

Syamsul Komari menuding adanya pungutan liar tersebut ulah dari para calo yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat.

Karena itu dirinya meimbau agar masyarakat tak mudah dibujuk rayu para calo surat izin pemanfaatan asset negara dengan janji lebih cepat dibanding mengurus sesuai prosedur.

"Makanya kalau ngurus tanah itu urus ke kantor jangan ke calo," kesal dia menanggapi praktik percaloan di lingkungannya.

Menurutnya calo itu tak bisa basmi lantaran di banyak tempat telah lama ada sekalipun pelayanan sudah berbasis online.

"Kalau di kantor itu kan banyak biayanya. Biaya panitia dan biaya ukur, itu saja," kembali ia menegaskan.

Untuk mencegah calo bermain di lingkungannya, Syamsul Komari giat melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak menggunakan calo sebagai perantaranya.

Untuk aturan di tingkat kota, sudah ada Perda No 2 Tahun 2019 dan Perwali No 61 Tahun 2019 tentang Izin Membuka Tanah Negara (IMTN).

Perda tersebut dikeluarkan sebagai upaya lebih menguatkan, dan menghindari tumpang tinding masyarakat untuk mengelola aset publik di kota Samarinda.

Sementara itu terkait aset kalimanis untuk pengurusan IMTN, Syamsul Komari menyebut sudah dicabut, dengan proses administrasinya di stop semua.

"Kami stop dulu, sampai selesai permasalahannya," bebernya.

Ditambahnya, tanah itu tidak bersengketa namun yang bermasalah adalah pengelolanya. Hal itu sudah sesuai dengan UU koperasi, dalam UU itu menjelaskan kata dia, jika koperasi bubar maka penyelesaian aset dilakukan tim penyelesaian aset.

"Yang bermasalah ini timnya, yang sengketa itu digugat pengadilan. Yang digugat itu antar tim penyelesaian aset, mereka saling rebutan asset," terangnya.

Untuk saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan MA karena pihak tergugat mengajukan kasasi.

"Belum tahu berapa lama munculnya putusan itu. Makanya nanti dilihat putusan MA seperti apa," pungkasnya.

Ada Juga Soal Reklame...

Isu lain yang juga muncul adalah pada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemkot Samarinda, Jusmaramdhana Alus.

Isu yang menyeruak adalah terkait adanya saham reklame yang ia nikmati.

Jusmaramdhana membantah dengan tegas isu miring tersebut. Menurutnya isu itu sengaja dilempar di tengah masyarakat.

"Isu aja itu, buktinya saya tidak punya bagian dari saham apapun dari izin yang ditertibkan," ujar Jusmaramdhana saat dijumpai di ruang kerjanya, Senin (15/2/2021).

Selain itu ia menjelaskan masyarakat bisa menganalisa, jika dugaan itu benar, sudah pasti selama dirinya duduk sebagai kadis, banyak izin reklame yang dikeluarkan. Tapi faktanya untuk reklame izinnya banyak ia tahan karena tidak sesuai aturan. Kalau saya punya saham, selagi itu menguntungkan dirinya pastinya ia keluarkan.

"Boleh dicek, banyak izin yang tidak saya keluarkan sepanjang tidak sesuai estetika kota dan aturan ya gak bisa saya terbitkan izinnya," imbuhnya.

Bahkan terkait reklame lagi kata dia, ia mengaku salah satu pejabat yang berhasil menghilangkan titik reklame di median jalan raya yakni, di Jalan Slamet Riyadi, Antasari dan Pahlawan. Ada 97 titik reklamasi yang ditebangnya saat menjadi Kabid di PUPR Samarinda atau Pengawas Bangunan (Wasbang).

"Kalau saya punya saham di beberapa titik reklame kota ngapain saya potong, gak dapat untuk dong saya. Kan gitu aja pembuktiannya," jelas dia memberikan klarifikasi.

Dengan tegas ia kembali membantah isu itu, lebih baik kata dia biarkan masyarakat yang menilai. Saat ini Samarinda memiliki pimpinan baru.

"Sekda tahu betul kerja saya, kalau ada bahasa itu biasalah seperti orang-orang yang cemburu dengan saya, padahal untuk apa cemburu, saya hanya bekerja dengan sebaik-baiknya saja," bebernya.

Sebelum dirinya menjadi kepala dinas, saat bertugas dirinya dengan semua pengusaha reklame berteman secara profesional.

Dengan begitu pemkot untuk menyampaikan pesan moral kepada masyarakat bisa tercapai melalui dukungan dengan pengusaha reklame.

"Jadi kalau saya masuk dan dapat saham itu tidak benar. Boleh dicari silahkan," jelasnya.

Dirinya memaklumi isu yang menerpa dirinya dianggap wajar. Lantaran disebutnya memang ada satu titik itupun atas nama keluarga, selain dulunya ia menjabat Kabid tata ruang di wasbang dengan tugas, penindakan dan sebagainya sehingga wajar ada asumsi itu.

"Satu titik di Jalan Agus Salim, itu punya anak saya. Bahkan selalu dipake gratis sama pemkot dan KPU Samarinda untuk sosialiasi pemilu," jelasnya.

Dan kemungkinan isu itu berkembang ketika dirinya juga diminta sebagai penasihat di himpunan pengusaha reklame.

"Biar aja dibilangi orang apa, saya aminkan saja. Kalau kemudian benar semoga rejeki saya terbuka dan orang yang hembuskan isu itu selalu sehat," jelasnya.

Dugaan PKL Ditarik Sewa Bulanan di Pasar Segiri

Kemudian selain soal reklame dan dugaan pungli di Dinas Pertanahan, ada juga kabar yang berhembus terkait dugaan PKL ditarik Sewa Bulanan di Pasar Segiri

Melacak isu pungli tersebut, media ini pun ikut lakukan penelusuran terkait adanya informasi bahwa pedagang kaki lima selama ini ditarik uang sewa bulanan.

Informasi yang didapatkan, banyak dari mereka berjualan dengan dikenakan uang sewa jutaan rupiah ketika berdagang di luar area pasar, tepatnya di area trotoar dan pinggir jalan perniagaan.

Adanya kabar ini direspon oleh Kadis Perdagangan pemkot Samarinda, Marnabas. Ia mengatakan sedari awal keberadaan lapak di luar pagar bukan bukanlah binaannya.

"Itu bukan wewenang kami. Harusnya ditangkap yang mungut itu karena gak boleh, jangan dibayar," ujar Marnabas saat dikonfirmasi, Senin (15/2/2021).

Untuk keteraturan dan kepastian berdagang, pelaku usaha di Pasar Segiri untuk di dalam pasar, ditarik retribusi.

Namun untuk pedagang yang menggunakan lapak Segiri Grosir di lantai tidak dipungut pemkot Samarinda.

"Tugas kami di dalam pasar aja," kata Marnabas lagi.

Retribusi itu dikenakan untuk kios ayam potong, ikan, daging, sayuran. Ada ratusan kios di pasar dan itu langsung disetor ke kantor tiap hari.

"Rp 3 ribu perhari retribusi," jelasnya.

Sementara itu, salah satu penjual buah yang enggan namanya diwartakan mengaku setiap bulan sekali membayar karena dirinya hanya menyewa tempat

"Biasa yang bayar bos saya, saya cuma jualan saja," singkat pedagang buah-buahan tersebut.

Dugaan Pungli di Dinas PURN Kota Samarinda

Tak berhenti sampai disitu, dugaan adanya pungutan liar atau pungli juga terjadi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda.

Transaksi nakal ini disinyalir menyasar para pemenang tender atau kontraktor yang ingin melakukan kesepakatan kontrak.

Dari informasi yang dihimpun tim redaksi, diduga setiap penandatanganan kontrak dihargai hingga jutaan rupiah, dengan modus foto copy dokumen.

Begitu pula dengan proses pencarian, setiap proses tanda tangan pencarian di patok hingga ratusan ribu rupiah.

Guna mencari kebenaran kabar tersebut, tim redaksi Diksi.co mencoba menghubungi pihak PUPR Kota Samarinda.

Menanggapi kabar tersebut, Desy Damayanti, Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air, PUPR Kota Samarinda membantah adanya transaksi pungli di lingkungan OPD yang dikenal sebagai lahan basah tersebut.

"Tidak benar," jawab Desy melalui pesan singkat Whatsapp, Kamis (18/2/2021).

Disinggung apakah pihaknya siap diperiksa jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum seperti pungli di lingkungan Dinas PUPR, Desy menjawab siap.

"Siap," pungkasnya.

Menanggapi dugaan pungli yang beredar di lingkup OPD pemkot samarinda,  Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli), Irjen Pol Agung Makbul, di Jakarta, Senin (8/2) menyerukan Jangan pernah lelah, bosan dan berhenti mencegah pungutan liar (pungli) pada sentra-sentra pelayanan publik di kementerian, instansi, dan pemerintahan (provinsi, kabupaten, kota).

Menurut Makbul, mencegah pungli harus dilakukan secara terus-menerus sehingga lama-lama Indonesia menjadi lebih baik. “Coba bayangkan kalau tidak kita cegah, pungli kian merajalela di kantor-kantor imigrasi, pelabuhan, kepolisian, dinas kependudukan dan catatan sipil, serta di sentra-sentra pelayanan publik lainnya,” katanya.

Makbul mencontohkan seseorang yang akan membuat kartu tanda penduduk (KTP). Prosesnya dipersult dikondisikan bahwa blanko KTP belum tersedia, masih ada di Jakarta. Sampai orang tersebut harus membayar Rp 250 ribu, belum termasuk ongkos mengetik.

“Padahal kita tahu KTP itu gratis. Tidak ada itu ongkos mengetik, karena itu pekerjaan rutin petugas bersangkutan,” tuturnya.

Makbul menyebut pungli sebagai faktor korelatif kriminogen atau pembiakan dini segala bentuk potensi gangguang kerawanan. Bila dibiarkan dan tidak dicegah akan terjadi kerawanan pada sentra pelayanan itu.

“Semua aparatnya akan menjadi bermental ‘tempe’ dan menjadi busuk. Kalau kondisi ini terus dibiarkan akan menjadi ancaman nyata tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelasnya.

Karena itu, ia mengimbau semua pihak tetap bersemangat mencegah pungli. Ia menggarisbawahi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli masih berlaku efektif.

Ia tegaskan jajaran Satgas Saber Pungli di bawah kendali dan tanggung jawab Kemenko Polhukam mendukung penuh Presiden Jokowi dalam memberantas pungli. Sanksi hukummya sangat jelas bagi aparat pemerintah pelaku pungli dan orang yang teribat.

“Aparatnya akan dikenai surat teguran pertama, kedua, dan ketiga. Tapi, kalau masih terus melakukan tindakan pungli akan dikenai sanksi pidana. Ancaman hukuman bagi aparat pemerintah diatur di Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 423, sedangkan bagi orang yang terlibat pada Pasal 368,” pungkasnya. (*)


Artikel Terkait