Tidak dihiraukannya putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda oleh Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur dalam proses pelantikan Hasanuddin Masud sebagai Ketua DPRD Kaltim, dianggap menimbulkan kekacauan hukum.

Tanggapi Isu Dugaan Gratifikasi Usai Pelantikan Hasan, Sekretaris Golkar Kaltim Irit Bicara

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Tidak dihiraukannya putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda oleh Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur dalam proses pelantikan Hasanuddin Masud sebagai Ketua DPRD Kaltim, dianggap menimbulkan kekacauan hukum.

Selain itu, dugaan adanya gratifikasi atau setidaknya penyalahgunaan wewenang (abuse of power) turut muncul dalam proses pelantikan Hasanuddin Masud sebagai Ketua DPRD Kaltim.

Diketahui, Hasan dilantik oleh Kepala Pengadilan Tinggi Kaltim, Nyoman Gede Wirya.

Diwawancara beberapa waktu lalu oleh awak media, Nyoman sampaikan bahwa dirinya mendapatkan arahan dari MA untuk melantik Hasanuddin Masud. Salah satu alasan yang disebutnya adalah adanya fatwa Mahkamah Agung yang menjadi dasar jalan keluar atas adanya sengketa posisi Ketua DPRD Kaltim antara Hasanuddin Masud dan Makmur HAPK itu.

Kuasa Hukum Makmur HAPK, Sinar Alam menyayangkan adanya pelantikan Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Masud yang dilakukan di Hotel Mercure Samarinda, pada Senin (12/9/2022).

Ia juga sampaikan soal perlunya Kepala Pengadilan Tinggi (PT) untuk menjelaskan detail alasan untuk melakukan pelantikan dan sumpah janji jabatan Hasanuddin Masud itu,

“Sangat disayangkan Ketua Pengadilan Tinggi datang melakukan pengucapan sumpah dan janji. Tetapi sesuai dengan keterangan yang ada, bahwa karena ada “perintah” dari Jakarta untuk melantik, maka publik harus mengetahui,” ujar Sinar Alam kepada awak media, Senin (12/9/2022).

“Itu perintah institusi atau perintah oknum hakim agung. Ini perlu dijelaskan, sehingga semua menjadi klir,” katanya.

Dijelaskannya, mengapa publik bertanya itu, karena patut diduga, bahwa Kepala PT mengingkari sendiri putusan atau tidak menghormati putusan pengadilan (PN Samarinda).

“Sehingga sangat penting untuk dijelaskan oleh Kepala PT, apakah perintah ini resmi dari institusi Mahkamah Agung atau perintah dari oknum atasan yang bersangkutan,” ujarnya.

Dari penjelasan soal itu, disebutnya akan memberi posisi hukum yang berbeda, terkait bagaimana proses perintah MA untuk melantik Hasanuddin Masud itu.

“Karena ini legal standingnya berbeda posisi hukumnya berbeda. Ketika itu perintah resmi MA, maka publik memerlukan penjelasan lanjutan, mengapa ada perintah seperti itu, sedangkan putusan pengadilan sudah jelas adanya, yang menyatakan bahwa semua surat-surat yang jadi dasar dalam SK Kemendagri, tidak berkekuatan hukum,” ucapnya,

“Ini menimbulkan kekacauan hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum, baik kepada publik maupun yang bersangkutan, yakni Makmur HAPK dan Hasanuddin Masud,” ujarnya lagi.

Sementara, jika dalam prosesnya perintah melantik dari MA itu jika merupakan perintah atasan kepada Kepala PT, maka prosesnya justru lebih parah.

“Kalau itu perintah oknum atasan, lebih parah lagi. Sehingga kalau itu perintah oknum atasan, benar-benar patut diduga bahwa penerbitan pelaksanaan pelantikan itu, termasuk penerbitan SK itu patut diduga untuk dimintakan penyelidikan. Terhadap potensi kemungkinan adanya dugaan gratifikasi, atau setidaknya dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) sebagaimana yang diatur dalam UU Tipikor,” katanya.

“Aroma-aromanya yang ditangkap publik, ini perlu dijawab oleh pihak MA. Terutama dalam hal ini adalah PT,” ucapnya,

Kemudian, dijelaskan lagi bahwa patut disayangkan Sekretariat Dewan memfasilitasi proses pelantikan yang memakai dana APBD ini.

“Ini juga membawa konsekuensi, seharusnya pak Sekwan melakukan koordinasi kepada atasannya. Pak Gubernur sebenarnya punya sikap. Alasan bahwa ada surat Kamar Dagang dari Mahkamah Agung, ada putusan MK Nomor 31, Kedua-dua surat itu tidak ada yang menyatakan untuk melakukan pelantikan. Kedua surat itu, hanya menyatakan bahwa pada pokoknya dapat dilakukan peresmian (pelantikan) apabila semua syarat terpenuhi,” katanya.

Lalu, dalam syarat itu, yakni adanya sengketa yang ujungnya menolak semua eksepsi Partai Golkar dan mengabulkan semua permohonan dari penggugat yakni Pak Makmur.

“Dan baik DPP Golkar, DPD Golkar dan Fraksi terbukti melakukan perbuatan hukum. Lah masa kita menghadiri sebuah peresmian yang ketiganya telah terbukti melawan hukum dan semua surat itu tidak berkekuatan hukum. Ini menjadi kekacauan hukum, dan akan menjadi konsekuensi dari proses pelantikan ini,” ucapnya mengakhiri.

Sementara itu, Sekretaris DPD Golkar Kaltim, Husni Fachruddin saat dikonfirmasi, tak mau berkomentar lebih banyak soal dugaan gratifikasi tersebut.

“Ya sudah biar saja itu. Saya tak ikut-ikutan itu,” ujarnya.

Ditanya kembali, ia sampaikan dirinya no comment akan hal itu.

“No comment aku,” ucapnya.

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim, Supeno, dikonfirmasi terkait dengan isu dugaan gratifikasi ini, juga membantah hal tersebut.

Meskipun, ia belum menjelaskan detail, bagaimana perintah dari Mahkamah Agung kepada PT untuk melakukan pelantikan Hasanuddin Masud itu.

“Siapa berani mau gratifikasi. Nanti kan bisa ditangkap KPK. Gak ada itu enggak ada,” ujar Supeno. (*)


Artikel Terkait