Salah satu perusahaan tambang kembali disorot yakni PT Bukit Baiduri Energi (BBE) yang memiliki luasan konsesi legal sebesar 4.000 hektare di Kukar dan Samarinda.

PT BBE Dinilai Abai Lakukan Reklamasi Void, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Gelar Aksi Unjuk Rasa

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA  - Salah satu perusahaan tambang kembali disorot yakni PT Bukit Baiduri Energi (BBE) yang memiliki luasan konsesi legal sebesar 4.000 hektare di Kukar dan Samarinda.

Dari luasan pengerjaan yang dilakukan, PT BBE dinilai telah lalai dan abai melaksanakan reklamasi void atau lubang bekas galian tambang hingga menimbulkan bencana banjir dan 2 korban jiwa, tepat pada medio 2016 silam.

“Dari beberapa beberapa survei dan investigasi yang kami lalukan, banyak kondisi lubang bekas tambang yang tidak ditutup (PT BBE). Kami menduga nihilnya upaya perusahaan (menutup lubang tambang), seperti yang berada di Desa Bukit Raya, Karang Tunggal, Manunggal Jaya di Kelurahan Bukit Pinang dan Lok Bahu,” ucap Ahmad koordinator lapangan (Korlap) dari Jaringan Aksi Mahasiswa Pemuda Pembaharu (Jamper) dan Aliansi Masyarakat Kukar (Amara) saat melakukan unjuk rasa di depan kantor PT BBE, Senin (8/8/2022).

Sebab adanya dugaan pembiaran bekas lubang tambang itu, maka ratusan mahasiswa dan pemuda dari Jamper dan Amara pun menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT BBE.

Dalam demonstrasi itu, ratusan pengunjuk rasa tak hanya melakukan orasi namun juga membakar ban dan melakukan penggalangan dana untuk menyindir perusahaan yang dinilai abai mereklamasi void bekas galian lantaran tak memiliki anggaran keuangan.

“Dengan adanya pembiaran lubang tambang maka telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atas hak hidup, hak kesehatan, hak atas lingkungan dan hak atas rasa aman,” tegasnya.

Bahkan, Ahmad juga menyebut bahwa pembiaran lubang bekas tambang adalah sebuah pelanggaran hukum yang secara jelas termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78/2010 tentang reklamasi dan pasca tambang oleh pemegang IUP dan IUPK.

Apabila hal tersebut tak dilaksanakan, maka pihak perusahan atau yang bersangkutan bisa disanksi dengan UU nomor 3/2020 atas perubahan UU nomor 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Selain itu, pembiaran void juga sejatinya dinilai para demonstran telah melanggar Perda Kaltim nomor 8/2013 tentang penyelenggaraan reklamasi pasca tambang  dalam PP nomor 78/2010 dan Permen nomor 26/2018.

“Pada intinya kami meminta perusahaan menutup (lubang bekas galian tambang), karena banyak mudarat daripada manfaatnya. Selain itu kami juga mendesak agar pihak kepolisian dari Kapolda, Kapolres Samarinda dan Kapolres Kukar melakukan pengusutan atas peristiwa hilangnya 2 korban jiwa di lubang tambang BBE pada 2016 lalu yang sampai saat ini tidak jelas penyelesaiannya,” tekan Ahmad lagi.

Untuk mereda aksi massa, perwakilan perusahaan yakni Raden Agah Wahyu selaku Kepala Teknik Tambang (KTT) PT BBE memberi penjelasan bahwa reklamasi sejatinya telah dilakukan perusahaan namun dalam bentuk berbeda yang tak melulu soal penutupan void.

“Kita melaksanakan reklamasi dalam bentuk lain. Apa kalian tahu? Kita ini perusahaan legal,” sebut Raden Agah di depan massa aksi.

Dari 4.000 hektare luasan konsesi PT BBE, Raden Agah Wahyu menyebut perusahaan telah menggarap setengahnya. Yakni 2.000 hektar yang didalamnya terdapat 15 void.

Dari 15 void tersebut, dikatakan 13 di antaranya telah dilakukan reklamasi bentuk lain seperti pemanfaatan sebagai air bahan baku, pengaliran irigasi persawahan, tempat budidaya ikan air tawar hingga menjadikan void sebagai lokasi pariwisata buatan.

“Kita juga sudah melakukan antisipasi banjir dengan membangun tanggul dan pintu air,” tegasnya.

Kendati perusahaan telah memberikan klarifikasinya, namun ratusan massa aksi saat itu tak mempercayainya begitu saja.

Sebab pemaparan yang diberi hanya sebatas lisan dan tanpa adanya bukti kongkret semisal dan dan kajian klinis terkait pemanfaatan lubang tambang.

“Pihak BBE mengklaim punya data kongkret. Kita akan lakukan perbandingan nantinya dengan data-data yang dipunya perusahaan. Kita akan kumpulkan data-data dari beberapa universitas dan kajian lapangan. Jika data perusahaan tidak sesuai dengan fakta kita dilapangan, maka kita akan hadir kembali dan membawakan air void untuk diminum perusahaan dengan kata lain sebagai bukti jaminan kalau memang air itu sehat dikonsumsi masyarakat,” kata Ahmad. (*) 


Artikel Terkait