KRI Nanggala 402 dilaporkan hilang kontak saat hendak melakukan latihan di perairan Bali. Kapal selam buatan Jerman itu diketahui mengangkut 53 personel Tentara Nasional Indonesia.

Upaya Selamatkan Diri Saat Kapal Selam Tenggelam

ANALITIK.CO.ID - Berita Nasional yang dikutip ANALITIK.CO.ID tentang upaya selamatkan diri saat kapal selam tenggelam.

KRI Nanggala 402 dilaporkan hilang kontak saat hendak melakukan latihan di perairan Bali.  Kapal selam buatan Jerman itu diketahui mengangkut 53 personel Tentara Nasional Indonesia.

TNI bersama sejumlah pihak masih terus melakukan pencarian. Laporan terakhir menduga KRI Nanggala 402 mengalami blackout sehungga tidak bisa naik ke permukaan laut.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan waktu yang tersisa hingga cadangan oksigen habis di kapal yang berisi 53 awak itu hanya 72 jam sejak kapal dinyatakan hilang. Itu artinya kapal harus ditemukan pada Sabtu (24/4) sebelum pukul 03.00 WIB.

Lantas apakah mungkin melakukan penyelamatan diri ketika kapal selam tenggelam?

Ada dua pilihan ketika kru terjebak di dalam kapal selam yang karam, yakni menunggu penyelamatan atau mencoba meloloskan diri.

Namun, Angkatan Laut AS menganjurkan cara yang lebih aman adalah menunggu penyelamatan daripada para kru mencoba meloloskan diri. Apalagi sejak dibuat kamar penyelamat pada 1939. Menunggu diselamatkan menjadi pilihan yang lebih baik.

Melansir Science Focus, cara paling aman untuk melakukan penyelamatan kapal selam adalah dengan menggunakan kapal selam yang lebih kecil.

Namun, cara itu mengharuskan palka (ruang kapal) dapat diakses dan tidak rusak, serta butuh waktu lama untuk mengaturnya. 

Dalam kondisi itu, kru harus mampu mengatasi jika air yang masuk ke dalam kabin, kebakaran, gas beracun, dan bahaya radiasi.

Melarikan diri dari kapal selam menjadi rencana cadangan. Sebab, metode meloloskan diri membuat orang yang selamat terpapar kondisi berbahaya, seperti air dingin dan tekanan luar biasa, serta rentan terhadap kesalahan.

Namun, seorang kru mungkin perlu mencoba meloloskan diri jika penyelamatan tidak mungkin dilakukan atau penemuan mereka membutuhkan waktu yang lama, seperti dilansir Under Sea Museum. 

Berikut sejumlah cara lain untuk menyelamatkan diri di kapal selam yang tenggelam.

Penyelamatan improvisasi

Antara tahun 1900 dan 1930, Angkatan Laut AS kehilangan delapan kapal selam karena tenggelam secara tidak sengaja. Satu-satunya pilihan penyelamatan pada saat itu adalah mengangkat kapal selam sebelum oksigen habis. Tetapi mayoritas kru menggunakan cara sendiri-sendiri untuk meloloskan diri dari kapal selam mereka yang tenggelam.

Pada tanggal 30 Agustus 1920, kapal selam USS S-5 kemasukan air dan tenggelam. Para awak, mencari akal untuk mengangkat kembali buritan kapal ke permukaan.

Kapal terdekat melihat kapal selam yang bermasalah itu dan memberikan udara serta air untuk bernapas, sementara kru S-5 membuat lubang di lambung bertekanan. Semua 38 penumpang kapal selam selamat.

Momsen Lung

Pada tahun 1928-1956, Momsen Lung adalah alat pelarian kapal selam pertama yang berhasil di dunia. Dikenakan di sekitar leher, Momsen Lung mendaur ulang udara yang dihembuskan dengan menghilangkan karbon dioksida dan memberi pemakainya beberapa pengapungan di permukaan.

Jika digunakan tanpa keterampilan dan pelatihan yang memadai, dapat menyebabkan kematian karena kekurangan oksigen, emboli udara (pecahnya paru-paru), keracunan karbondioksida, atau tenggelam.

Pelindung udara di kepala

Kru juga dapat mencoba melarikan diri melalui kunci udara 'escape trunk' menggunakan pakaian khusus untuk bertahan hidup.

Dalam Perang Dunia II, escape trunk hanyalah tudung yang menjebak gelembung udara atau berisi pasokan udara kecil, dikombinasikan dengan jaket pelampung.

Angkatan Laut AS pada 1963 hingga 2007 memanfaatkan Steinke Hood yang menjadi alat standar keselamatan di kapal selam. Perangkat ini digunakan selama Perang Dingin.

Ditemukan oleh Harris Steinke, alat ini memungkinkan kru kapal selam melarikan diri dari kedalaman kurang dari 300 meter.

Caranya dengan memasang kap yang terpasang pada jaket pelampung menutupi kepala pelaut yang akan menyelamatkan diri. Kap atau tudung itu akan memberikan pasokan udara selama pelaut mencapai permukaan air. Hal ini memungkinkan pemakainya bernapas secara normal (masuk maupun keluar), mengurangi kepanikan dan ancaman emboli udara.

Free Ascent

Ada pula teknik pelarian free ascent pada tahun 1956 yang dipraktekkan hingga 1963. Jadi, kru menggunakan jaket penyelamat sederhana untuk menghembuskan napas terus menerus saat berenang ke permukaan.

Meski lebih aman daripada Momsen Lung, teknik free ascent tetap berisiko karena dapat menyebabkan paru-paru pecah atau emboli udara arteri (gelembung udara di pembuluh darah).

Pakaian khusus modern

Sejak 2005 hingga saat ini, Angkatan Laut AS menggunakan pakaian khusus yang mendukung pelarian dari kedalaman hingga 600 kaki. Dikembangkan oleh Angkatan Laut Inggris, pakaian itu diklaim bisa mencegah ancaman emboli udara dan kurangnya perlindungan termal.

Pakaian itu juga dilengkapi pelampung dan lapisan isolasi termal yang melindungi dari penyakit dekompresi, hipotermia, dan kelelahan. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Cara Kru Selamatkan Diri Saat Kapal Selam Tenggelam", https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210423122049-199-633828/cara-kru-selamatkan-diri-saat-kapal-selam-tenggelam/2


Artikel Terkait