Pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan persekongkalan antara oknum dalam tubuh Partai Politik, Calon Anggota Legislatif, dan salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), begitu banyak isu yang mengambang dipermukaan dan memancing rasa penasaran publik.

Kritisi OTT KPK, Saksi Fakultas Hukum Unmul Menulis Pernyataan Sikap

ANALITIK.ID- Pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan persekongkalan antara oknum dalam tubuh Partai Politik, Calon Anggota Legislatif, dan salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), begitu banyak isu yang mengambang dipermukaan dan memancing rasa penasaran publik. 

Salah satunya adalah terkait informasi upaya penghalang-halangan penyidik KPK, dalam melakukan upaya penyitaan, penggeledahan, penyegelan, serta penangkapan terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa OTT ini.

Tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK, dapat dikategorikan sebagai kejahatan merintangi proses hukum (obstruction of justice), sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Kejahatan obstruction of justice ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit 150 juta dan paling paling banyak 600 juta.

Ada 2 peristiwa yang diduga mengarah kepada tindakan merintangi proses hukum (obstruction of justice) berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor tersebut. Pertama, dugaan tindakan penghalangan terhadap penyidik KPK saat berupaya melakukan penyitaan, penggeledahan, dan penyegelan kantor PDI-P, yang diduga berkaitan erat dengan OTT ini. Kedua, dugaan tindakan penghalangan terhadap penyidik KPK saat berupaya melakukan penangkapan seorang politisi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), yang diduga peran penting dalam peristiwa OTT ini.

Berdasarkan situasi tersebut, maka kami dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menyatakan sikap sebagai berikut :

1. KPK harus memiliki sikap keberanian untuk segera nenetapkan tersangka dan menangkap siapapun, termasuk elit politik dari partai berkuasa, yang diduga terlibat dalam peristiwa OTT ini.

2. KPK harus berani menjerat siapapun yang merintangi proses hukum (obstruction of justice), dengan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Mendesak untuk dilakukannya evaluasi terhadap desain penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan, yang cenderung birokratis serta tidak efektif dan efisien dalam pelaksanaan OTT.

4. Mengajak kepada seluruh kalangan masyarakat sipil (civil society organization) untuk memberikan dukungan kritis kepada KPK, dalam makna memberikan sokongan ketika KPK dilemahkan, namun juga berani melontarkan kritik ketika KPK keluar dari koridor amanah rakyat. (*) 


Artikel Terkait