Bisa jadi, inilah periode paling gelap di sepak bola modern. Klub-klub, konfederasi, federasi, bahkan tak memiliki cukup kekuatan melakukan perlawanan terhadap pandemi corona. Paling terdampak tentu saja klub-klub yang harus terus memutar otak bagaimana mendapatkan pendapatan di tengah ketidakpastian.

Pandemi Corona Runtuhkan Bisnis Sepak Bola

ANALITIK.ID - Bisa jadi, inilah periode paling gelap di sepak bola modern. Klub-klub, konfederasi, federasi, bahkan tak memiliki cukup kekuatan melakukan perlawanan terhadap pandemi corona. Paling terdampak tentu saja klub-klub yang harus terus memutar otak bagaimana mendapatkan pendapatan di tengah ketidakpastian.

Saat setelah UEFA memutuskan "mengalah" dengan memundurkan jadwal Piala Eropa, hal itu tak lepas dari tuntutan klub. Bagaimanapun, mereka harus bisa menyelesaikan kompetisi sesuai dengan kerja sama yang sudah mereka buat dengan pihak ketiga.

"Untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, kita menghadapi krisis ekonomi yang nyata dan konsisten dalam industri ini," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemain Profesional (Fifpro) Jonas Baer-Hoffman, dikutip BBC.

Baer-Hoffman menjadi salah satu yang menyuarakan agar kompetisi domestik tetap bisa diselesaikan demi memberi kesempatan untuk menyelesaikan musim klub yang merupakan prioritas ekonomi. Meski begitu, dia juga tetap khawatir karena tanpa kepastian kapan liga lokal bisa dimulai setelah penundaan Piala Eropa.

Menurut dia, sepak bola tidak akan bisa memperoleh pendapatan jika tidak ada pertandingan untuk jangka waktu panjang. Karena, saat bicara sepak bola, bukan sekadar tentang para pemain yang terlihat di lapangan, tapi juga lingkaran di dalamnya.

Jika kompetisi tidak berputar, sebagian besar mereka yang terlibat di sepak bola, baik pria dan wanita, akan terancam kehilangan pekerjaan. Akan ada pemotongan gaji, bahkan sampai pemutusan hubungan kerja. 

"Tidak hanya para pemain, tapi orang-orang lain yang dipekerjakan melalui sepak bola profesional lantaran industri kami mempekerjakan ratusan ribu. Ada potensi berubah menjadi sangat buruk dengan cepat,” ujarnya.

Kepala Eksekutif Bundesliga Christian Seifert menjelaskan “ribuan” pekerja dipertaruhkan sehingga liga berjuang agar terus bergulir meski di tengah ancaman pandemi korona. Menurut Seifert, ada 56.000 orang yang bekerja di industri sepak bola.

Seperti diketahui, dua divisi teratas kompetisi sepak bola Jerman telah ditangguhkan hingga 2 April dan bisa menghadapi pembatalan lebih lanjut jika virus terus tersebar di seluruh negeri. 

"Puluhan ribu pekerjaan dipertaruhkan," kata Seifert, dalam konferensi pers, dikutip Daily Mail.

Dia memberi ilustrasi bagaimana sepak bola sekarang telah menjadi industri. Dalam industri sepak bola, kompetisi adalah produk yang dihasilkan untuk mendapatkan uang. Perputaran uang tidak hanya digunakan untuk membayar gaji pemain, staf pelatih, atau direksi klub, tapi juga mereka yang berada di belakang layar.

Seifert mengatakan kurangnya pendapatan dari hak siar, sponsor, dan tiket pertandingan akan berdampak buruk bagi klub dan bahkan mungkin membuat beberapa bankir bangkrut. 

"Kami telah mencapai titik di mana Bundesliga harus mengakui: "Ya, kami membuat produk dan jika kami tidak lagi memproduksinya, kami tidak ada lagi,” paparnya.

Klub ditugaskan melihat skenario terburuk sampai akhir Maret pada pertemuan umum di Frankfurt untuk membantu liga menilai siapa yang bisa bertahan untuk berapa lama. 

“Ini bukan hanya tentang bintang-bintang. Lebih banyak yang dipertaruhkan daripada hanya beberapa pertandingan,” tandasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Runtuhnya Bisnis Sepak Bola Akibat Pandemi Corona", 

https://sports.sindonews.com/read/1561417/11/runtuhnya-bisnis-sepak-bola-akibat-pandemi-corona-1584587311


Artikel Terkait