Organisasi bernama Rich Music tengah menggarap film dokumenter tentang perkembangan musik rock dan metal di kota Bandung bertajuk Gelora Magnumentary: Saparua.

Rich Music Garap Dokumenter Musik Metal di Kota Bandung

ANALITIK.CO.ID - Berita Nasional yang dikutip ANALITIK.CO.ID tentang dokumenter musik metal di Kota Bandung.

Organisasi bernama Rich Music tengah menggarap film dokumenter tentang perkembangan musik rock dan metal di kota Bandung bertajuk Gelora Magnumentary: Saparua.

Salah satu inisiator, Edy Khemod, menjelaskan perjalanan genre musik tersebut akan dilihat dari prespektif Gedung Saparua. Menurutnya gedung itu menjadi saksi bisu perkembangan musik sejak dulu.

Mulanya, Gedung Saparua dibuat sebagai sarana olahraga. Seiring berjalannya waktu di sekitar gedung tersebut terdapat festival lomba musik dan pentas seni.

"Untuk yang punya selera musik beda (seperti rock dan metal) jadi enggak punya panggung. Belakangan teman-teman yang bergerak secara kolektif tahu bahwa ternyata Saparua bisa disewa," kata Edy saat jumpa media virtual, Selasa (30/3).

Gedung Saparua sendiri mulai digunakan sebagai tempat pertunjukan musik rock dan metal pada dekade 1960an. Dari situ terlihat bahwa ternyata penggemar musik rock dan metal cukup banyak.

Informasi tersebut ditangkap oleh Alvin Yunata yang berperan sebagai sutradara Gelora Magnumentary: Saparua. Penggarapan dokumenter ini dipicu pengarsipan musik di Indonesia yang kurang baik.

"Saya setengah mati mencari arsip musik era 60an dan 70an, itu saya dapat dari Aktuil dan Pikiran Rakyat. Malah era 80an dan 90an awal yang susah, arsip dari era itu untuk dokumenter ini masih kurang," kata Alvin.

Ia melanjutkan, "Awal mula rock n roll masuk ke Indonesia itu akhir tahun 1950an. Gedung Saparua ini ternyata, pengakuan Om Sam Bimbo, Aneka Nada menjadi band pertama yang manggung di sana dalam acara yang mereka bikin sendiri (secara independen)."

Sebelum menjadi Aneka Nada, band tersebut bernama The Alulas yang dibentuk Sam bersama adiknya, Acil Bimbo, pada akhir dekade 1950an. Kemudian pada 1962 The Alulas berubah nama menjadi Aneka Nada.

Tak lama setelah itu Guntur Sukarnoputra bergabung lantaran sama-sama berkuliah di ITB. Menurut Alvin, itu merupakan sejarah yang menarik sekaligus ironi karena ayah Guntur, Presiden Soekarno, melarang musik yang kebarat-baratan.

Selain menyajikan wawancara musisi senior, dokumenter ini juga menyajikan musisi yang mulai bermusik serius pada dekade 1990an di Bandung, salah satunya mantan vokalis band Puppen yang kini jadi vokalis Seringai, Arian Arifin alias Arian13.

"Selain itu ada Ridwan Hutagalung untuk membahas sejarah, Idhar Resmadi yang berprofesi sebagai dosen dan penulis musik, Ebenz (Gitaris BurgerKill), dan Wendi Putranto sebagai jurnalis yang melihat Saparua dari Jakarta," kata Alvin.

Gelora Magnumentary: Saparua merupakan bagian dari rangkaian kegiatan musik rock dan metal bernama DistorsiKERAS. Sejauh ini film tersebut dijadwalkan rilis pada awal Juni 2021 mendatang di bioskop.

"Syuting tinggal satu hari lagi, masih ada tiga narasumber. Om Sam Bimbo menguak banyak fakta yang memang menunjukkan karakter kota Bandung seperti ini," kata Alvin.

Selain film dokumenter, Pengembagan Produksi & Ekosistem DistorsiKERAS mengatakan akan ada kegiatan dan produk lain. Seperti film fiksi yang berkaitan dengan sejarah perkembangan rock serta metal dan konser.

"Ini kita buat rangkaian untuk mengingatkan masyarakat mengenai skena musik rock dan metal. Untuk sutradara film panjang belum bisa kami beri tahu," kata Lance Mengong, mewakili DistorsiKERAS. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Sejarah Musik Metal di Bandung Akan Hadir dalam Sebuah Film", https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20210330182815-227-624016/sejarah-musik-metal-di-bandung-akan-hadir-dalam-sebuah-film


Artikel Terkait