Debat Cawapres dan Caleg: Panggung Gagasan atau Gimik?

Debat Politik: Episentrum Gagasan atau Sekadar Atraksi?

Debat calon wakil presiden (cawapres) dan calon legislatif (caleg) adalah salah satu pilar demokrasi yang seharusnya menjadi wadah krusial untuk menguji visi, misi, dan kapasitas kepemimpinan. Namun, pertanyaan mendasar sering muncul: apakah panggung ini benar-benar didominasi oleh gagasan substansial, atau justru tersandera oleh gimik dan sensasi?

Idealnya, debat adalah arena pencerahan. Para kandidat diharapkan mampu memaparkan program kerja konkret, solusi inovatif untuk tantangan bangsa, dan menjawab pertanyaan dengan argumen yang logis serta data akurat. Ini adalah kesempatan pemilih untuk membandingkan kapasitas intelektual, integritas, dan komitmen para calon secara langsung, membantu mereka membuat keputusan yang rasional dan terinformasi.

Realitas di lapangan, sayangnya, tak jarang jauh dari ideal. Debat kerap berubah menjadi ajang adu retorika kosong, serangan personal, atau kutipan pendek (soundbite) yang dirancang untuk viral di media sosial. Jawaban yang evasif, janji manis tanpa detail, atau bahkan drama panggung untuk menarik perhatian, seringkali menggeser fokus dari substansi kebijakan. Motivasi di baliknya jelas: memenangkan opini publik instan, bukan meyakinkan dengan kedalaman gagasan. Akibatnya, pemilih justru kebingungan atau bahkan apatis, merasa tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk menilai kualitas calon.

Maka, tantangan bagi kita sebagai pemilih adalah jeli membedakan. Menuntut kedalaman gagasan, bukan sekadar riuh rendahnya sensasi. Para kandidat pun memiliki tanggung jawab moral untuk menjadikan debat sebagai ajang edukasi politik, bukan sekadar panggung hiburan. Hanya dengan demikian, demokrasi kita dapat berkembang dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar berkualitas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *