Melampaui Stereotip: Mengurai Benang Gender dalam Perilaku Kriminal dan Penanganannya
Ketika berbicara tentang kriminalitas, statistik seringkali menunjukkan perbedaan mencolok antara pria dan wanita. Namun, memahami faktor gender bukan sekadar menunjuk angka, melainkan menyelami kompleksitas interaksi biologis, sosiologis, dan psikologis yang membentuk pola perilaku kriminal dan menuntut pendekatan penanganan yang lebih cerdas.
Pola Kriminalitas yang Berbeda
Secara global, pria mendominasi angka kejahatan, terutama dalam kategori kekerasan seperti pembunuhan, perampokan, dan penyerangan. Kejahatan yang dilakukan pria cenderung melibatkan agresi fisik, dominasi, dan pengambilan risiko.
Sebaliknya, meskipun angka kejahatan wanita jauh lebih rendah, mereka sering terlibat dalam kejahatan non-kekerasan seperti pencurian kecil, penipuan, atau kejahatan terkait narkoba. Pola kejahatan wanita seringkali dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, ketergantungan pada pasangan kriminal, atau respons terhadap trauma dan kekerasan yang mereka alami.
Faktor-faktor Penentu Peran Gender
Mengapa ada perbedaan pola ini?
- Sosialisasi dan Peran Gender: Masyarakat sering membentuk ekspektasi yang berbeda. Pria didorong untuk lebih kompetitif, agresif, dan dominan, sementara wanita diharapkan lebih pasif, emosional, dan pengasuh. Norma maskulinitas toksik dapat mendorong pria pada perilaku berisiko atau kekerasan sebagai bentuk validasi.
- Biologis: Perbedaan hormon (misalnya testosteron pada pria) dapat berkontribusi pada tingkat agresi yang lebih tinggi. Kekuatan fisik yang rata-rata lebih besar pada pria juga menjadi faktor dalam kejahatan kekerasan.
- Ekonomi dan Kesempatan: Kesempatan ekonomi yang tidak setara atau tekanan sebagai pencari nafkah utama dapat mendorong pria pada kejahatan yang menjanjikan keuntungan cepat. Bagi wanita, kemiskinan ekstrem atau menjadi korban kekerasan domestik bisa menjadi pemicu kejahatan sebagai bentuk pertahanan diri atau cara bertahan hidup.
- Trauma dan Kesehatan Mental: Banyak penelitian menunjukkan bahwa wanita pelaku kejahatan memiliki riwayat trauma (fisik, seksual, emosional) yang lebih tinggi. Isu kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau PTSD juga sering menjadi pendorong.
Penanganan Berbasis Gender: Solusi yang Tepat Sasaran
Memahami faktor gender berarti menyadari bahwa pendekatan "satu ukuran untuk semua" dalam penanganan kriminalitas tidak efektif.
- Untuk Pria: Program rehabilitasi perlu fokus pada manajemen amarah, mengubah persepsi maskulinitas yang toksik, mengembangkan keterampilan penyelesaian konflik non-kekerasan, dan mempromosikan ekspresi emosi yang sehat.
- Untuk Wanita: Pendekatan harus berpusat pada trauma-informed care (penanganan berbasis trauma), dukungan kesehatan mental dan reproduksi, pemberdayaan ekonomi, serta program yang membantu mereka mengatasi ketergantungan dan membangun kembali kehidupan bebas dari kekerasan. Dukungan untuk ibu dan anak juga krusial.
Kesimpulan
Faktor gender bukanlah penentu tunggal perilaku kriminal, melainkan lensa penting untuk memahami mengapa, bagaimana, dan siapa yang cenderung melakukan kejahatan. Dengan mengintegrasikan pemahaman gender dalam kebijakan pencegahan dan sistem peradilan pidana, kita dapat menciptakan program yang lebih efektif, adil, dan manusiawi, bukan hanya menghukum, tetapi juga menyembuhkan dan mencegah.