Perbandingan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dan Negara Lain

Jejak Keadilan Global: Membedah Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Dunia

Sistem peradilan pidana adalah tulang punggung penegakan hukum di setiap negara, namun arsitekturnya sangat bervariasi. Membandingkan sistem Indonesia dengan negara lain menawarkan wawasan menarik tentang filosofi keadilan, peran aktor hukum, dan tantangan yang dihadapi.

Indonesia: Corak Civil Law dengan Sentuhan Unik
Indonesia menganut sistem hukum Civil Law (Romano-Jermanik), yang bercirikan kodifikasi hukum yang kuat. Dalam praktiknya, sistem peradilan pidana di Indonesia melibatkan tahapan yang jelas: penyelidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh Kejaksaan, dan pemeriksaan di pengadilan oleh hakim. Peran hakim di Indonesia cenderung lebih aktif dalam mencari kebenaran materiil (inquisitorial element), meskipun prinsip-prinsip adversarial (saling bantah antara jaksa dan pengacara) semakin menguat, terutama dalam pembuktian. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban umum, keadilan, dan memberikan perlindungan kepada korban.

Kontras dengan Sistem Common Law (Misal: Amerika Serikat & Inggris)
Sistem Common Law (Anglo-Saxon), seperti di Amerika Serikat atau Inggris, sangat berbeda. Ciri utamanya adalah sifat adversarial murni, di mana jaksa penuntut dan pengacara pembela "bertarung" di hadapan juri (jika ada) dan hakim. Peran hakim di sini lebih sebagai "wasit netral" yang memastikan prosedur hukum dipatuhi, bukan mencari fakta secara aktif. Penekanan utama ada pada hak-hak terdakwa dan "due process of law" (proses hukum yang adil), dengan preseden hukum (putusan pengadilan sebelumnya) memegang peranan penting.

Variasi dalam Civil Law (Misal: Jerman & Negara Nordik)
Bahkan di antara negara-negara penganut Civil Law, ada perbedaan signifikan. Jerman, misalnya, memiliki peran hakim yang sangat dominan dalam investigasi dan pencarian fakta. Hakim secara aktif terlibat dalam pengumpulan bukti, bahkan sebelum persidangan. Sementara itu, negara-negara Nordik (seperti Swedia atau Norwegia) cenderung memiliki fokus yang lebih kuat pada rehabilitasi pelaku dan keadilan restoratif, dengan angka pemenjaraan yang relatif rendah dan pendekatan yang lebih humanis terhadap narapidana.

Tantangan Universal dan Pelajaran Bersama
Meskipun berbeda dalam struktur dan filosofi, semua sistem peradilan pidana menghadapi tantangan serupa: efisiensi proses, akuntabilitas penegak hukum, dan penegakan hak asasi manusia. Tidak ada satu sistem yang sempurna. Setiap negara terus berupaya meningkatkan keadilan, baik melalui reformasi hukum, pemanfaatan teknologi, maupun adaptasi terhadap nilai-nilai masyarakat yang berkembang.

Singkatnya, perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun tujuan keadilan bersifat universal, cara mencapainya sangat beragam, mencerminkan sejarah, budaya, dan prioritas hukum masing-masing bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *