Kasus rasuah yang terjadi di dalam tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT AKU semakin menemukan titik terangnya usai beberapa kali digelar dalam persidangan, dan teranyar pada Senin (1/2/2021) sore kemarin.

Soal Kasus Rasuah Perusda PT AKU, Terungkap Ada Modus Kerja Sama

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Kasus rasuah yang terjadi di dalam tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT AKU semakin menemukan titik terangnya usai beberapa kali digelar dalam persidangan, dan teranyar pada Senin (1/2/2021) sore kemarin. 

Diketahui pada sidang lanjutan ini, saksi yang dihadirkan mengiyakan direksi tidak izin kepada dewan pengawas. Saksi ahli pun membenarkan tindakan tersebut melanggar aturan.

Hal itu terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan ulang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ibnu Nirwani. Pria yang sempat menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas PT Agro Kaltim Utama atau PT AKU. 

Sebagai saksi terakhir, ia mengungkap tindak rasuah penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dilakukan terdakwa Yanuar dan Nuriyanto, selaku mantan pucuk pimpinan PT AKU. 

Disebutkan, kedua terdakwa melakukan tindak korupsi dengan modus membuat kerja sama. Antara Perusda PT AKU dengan kesembilan perusahaan bodong. Yang tak lain adalah buatan kedua terdakwa. 

Untuk memuluskan praktik rasuahnya, kerja sama investasi itu dilakukan tanpa adanya persetujuan Dewan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Keterangan saksi kunci itu telah tercatat sebagai fakta di dalam persidangan yang kembali menghadirkan kedua terdakwa. Adalah mantan direktur utama (Dirut) Yanuar dan mantan direktur umum Nuriyanto. 

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi, JPU Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim seharusnya diminta menghadirkan dua orang saksi di dalam persidangan. 

Keduanya atas nama Ibnu Nirwani selaku mantan Ketua Dewan Pengawas PT AKU, dan Iwan Permadi, saksi ahli dari Universitas Brawijaya Malang. Namun di dalam persidangan, tak ada satupun saksi yang dapat dihadirkan. Sehingga JPU hanya membacakan ulang keterangan kedua saksi dari BAP. 

Disampaikan Zaenurofiq, saksi bernama Ibnu Nirwani tak dapat hadir di persidangan karena telah meninggal dunia. Pasca dimintai keterangannya mengisi BAP oleh penyidik tiga bulan yang lalu. 

“Sedangkan saksi ahli atas nama Iwan kami juga bacakan BAP-nya, karena yang bersangkutan berhalangan hadir. Sehingga kami hanya membacakan ulang isi keterangan BAP,” ungkapnya ketika dikonfirmasi usai persidangan. 

Lanjut pria yang akrab disapa Rofiq tersebut, di awal persidangan dirinya memulainya dengan membacakan BAP dari saksi Ibnu Nirwani, selaku Ketua Dewan Pengawas PT AKU. Di dalam BAP itu, almarhum hanya menyampaikan kesaksian atas tindak rasuah yang dilakukan oleh Yanuar. 

“Saat hendak di-BAP lagi perkara Nuriyanto, ternyata bersangkutan meninggal. Jadi tidak sempat di periksa BAP-nya,” terang Rofiq. 

Di dalam BAP yang dibacakan Rofiq, saksi menyebutkan dirinya menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas PT AKU sejak 2003 hingga 2008. Di saat dirinya menjabat sebagai ketua dewan pengawas, PT AKU mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebanyak dua kali. 

“Dia membenarkan, kalau PT AKU ini mendapatkan penyertaan modal sebesar Rp5 miliar di 2003 dan Rp7 miliar 2008. Yang dia tahu pada saat dia menjabat saja,” kata Rofiq. 

Lanjut saksi menyebutkan di dalam keterangan BAP, Yanuar sebagai Direktur Utama PT AKU telah membuat kerja sama dengan sejumlah perusahaan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dewan pengawas. 

“Ini masuk di dalam laporan triwulan. Seharusnya kerja sama itu harus dapat izin dulu dari dewan pengawas,” ucap Rofiq. 

Setelah membacakan kesaksian saksi ketua dewan pengawas, giliran BAP Iwan Permadi yang dibacakan JPU. Dosen dari Universitas Brawijaya Malang itu diminta menyampaikan pengetahuannya perihal tanggung jawab direksi dalam hal administrasi pengelolaan keuangan di Perusda. 

“Kedua terdakwa dianggap telah menyalahi aturan dalam pertanggungjawabannya mengelola keuangan. Keuangan yang dikelola Yanuar dan Nuriyanto tidak sesuai dengan peruntukan,” ucapnya. 

Selain itu, saksi ahli ini juga menyebutkan, kerja sama dengan pihak ketiga tanpa persetujuan ataupun sepengetahuan dewan pengawas yang dilakukan kedua terdakwa, juga telah menyalahi aturan. 

“Jadi benar kalau itu seharusnya izin dahulu ke dewan pengawas atau RUPS. Tapi faktanya tidak, maka dari itu ada ketentuan yang dilanggar,” tambahnya. 

Setelah membacakan BAP dari kedua saksi, Hongkun Ottoh selaku ketua majelis hakim didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota, menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (8/2/2021) mendatang. 

“Senin depan sidang saksi ahli dari BPK (Badan Pengawas Keuangan) Provinsi, dan dilanjutkan persidangan keterangan dari kedua terdakwa,” pungkasnya. 

Seperti yang terungkap di dalam persidangan sebelumnya. Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. 

Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp15 miliar. 

Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya Nuriyanto, selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. 

Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Kedua terdakwa membuat PT AKU seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun kesembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. 

Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan dewan pengawas dan tanpa melalui RUPS. 

Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. 

Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp24 miliar. 

Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. 

Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp31 miliar. 

Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. 

Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Kerugian negara sebesar Rp29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp2 miliar. 

Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 , Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)


Artikel Terkait