Aktivitas galian emas hitam ilegal di Kota Tepian seperti tak ada habisnya. Kegiatan kucing-kucingan tersebut pasalnya masih marak terjadi. Adanya pun indikasi pertambangan ilegal kembali mengemuka.

Dugaan Aktivitas Tambang Ilegal di Samarinda, Berjarak 30 Meter dari Pemukiman

ANALITIK.CO.ID, SAMARINDA - Aktivitas galian emas hitam ilegal di Kota Tepian seperti tak ada habisnya. Kegiatan kucing-kucingan tersebut pasalnya masih marak terjadi. Adanya pun indikasi pertambangan ilegal kembali mengemuka. 

Bahkan lokasinya tak jauh dari tempat meninggalnya Ahmad Setiawan, yakni korban ke-10 lubang galian tambang. Kali ini, aktivitas berada 160 meter dari tepi Jalan Suryanata, RT 17, Kelurahan Bukit Pinang, Samarinda Ulu. 

Bahakn, lokasi itu tepatnya berada dibelakang Terminal Bukit Pinang milik Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda yang terbengkalai. 

Dari pantauan media ini, lokasi pertambangan diduga ilegal itu berada di Gang Slamet tersebut. Dan hanya berjarak 30 meter dari pemukiman. Hasil pantauan dua lubang berdiameter sekira 20 meter menganga. Pada tepi lubang galian, singkapan batu bara berceceran.

Namun, di lokasi pertambangan itu tidak terlihat aktivitas alat berat yang digunakan untuk mengeruk emas hitam. Konsesi galian yang berada tepat dibelakang terminal bus Bukit Pinang yang didirikan sejak 2004 lalu itu bahkan digunakan sebagai jalur lintas kendaraan pengangkut emas hitam. 

Sebab akses terdekat ke jalan umum hanya dengan melalui area terminal di bibir jalan tersebut.

"Waktu itu minggu lalu, masuknya sore sekitar pukul 16.00 Wita, tapi saya lupa hari apa. Kira-kira setelah banjir di Samarinda. Mereka bilang mau pakai jalan terminal ini buat hauling. Tapi nggak saya bolehkan," kata Misran (48), penjaga terminal saat dijumpai awak media. 

Lanjut Misran, dirinya tak menampik jika memberikan izin ke penambang untuk  memasukkan satu unit eskavator ke area yang akan ditambang. Sebab, saat itu penambang mengaku jika telah berizin ke Kepala Dishub Samarinda. 

"Katanya sudah izin ke kepala dinas. Bilangnya satu kali aja. Jadi saya bolehkan. Sekalinya belakangan mereka datang lagi, tapi tidak saya izinkan, karena ternyata sama sekali tidak ada izin dari kepala dinas," jelas Misran. 

Misran menerangkan jika kegiatan pertambangan baru berjalan sekitar sepekan. Tapi tak mengetahui lebih rinci apa saja yang telah dilakukan. 

Terpisah, Ketua RT 17, Jahrani Hadi, mengaku jika dirinya sudah mengetahui adanya pertambangan ilegal. Namun persoalan izin, dirinya hanya mengetahui dari adanya laporan penjaga terminal saja. 

"Engga ada (izin) ke saya. Warga juga nggak mau dilewati. Kalau lahan itu setahu saya merupakan konsesi PT BBE," jelas Jahrani.

Meski warga tak mengeluhkan, namun jalan area terminal kini telah di portal. Hal itu untuk mencegah penambang liar melewati area terminal. 

"Jalan terminal juga sudah dipasang pembatas beton. Dishub yang pasang," ucapnya.

Terpisah soal tambang ilegal, Lurah Bukit Pinang, Eko Purwanto mengatakan jika dirinya baru mengetahui. Sebab tidak ada laporan dari warga sekitar maupun ketua RT setempat. 

"Tapi kalau itu memang RT merasa tidak pernah memberi izin, berarti kegiatan itu sudah jelas ilegal," tegas Eko.

Soal pertambangan ilegal, lanjut Eko, sejatinya pihak kelurahan telah berupaya untuk menertibkan. Hanya saja pihaknya keterbatasan wewenang, sehingga tidak dapat berbuat banyak.

"Susah kami mau bergerak. Apalagi masuk BBE. Karena perusahaan itu punya izin," tutupnya. (*)


Artikel Terkait